
JAKARTA (Lentera) - Mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Kosasih dituntut pidana selama 10 tahun penjara terkait kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen pada tahun 2019.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Gilang Gemilang meyakini Kosasih terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Tuntutan pidana penjara tersebut dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan," ucap JPU saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).
Selain pidana penjara, Kosasih, yang dalam kasus tersebut diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen tahun 2019, juga dituntut agar dikenakan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Kemudian, JPU juga menuntut agar Kosasih dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp29,15 miliar; 127.057 dolar Amerika Serikat (AS); 283.002 dolar Singapura; 10 ribu euro; 1.470 baht Thailand; 30 pound Inggris; 128 ribu yen Jepang; 500 dolar Hong Kong; 1,26 juta won Korea; dan Rp2,87 juta.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun," tutur JPU.
Selain Kosasih, dalam persidangan yang sama turut dibacakan tuntutan bagi Direktur Utama PT IIM periode 2016—2024 Ekiawan Heri Primaryanto, yang diyakini melakukan korupsi bersama-sama dengan Kosasih.
Dengan demikian, Ekiawan dituntut pidana penjara selama 9 tahun dan 4 bulan, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti senilai Rp253,66 dolar AS subsider 2 tahun penjara.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dituntut agar dijatuhkan pidana sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun JPU mempertimbangkan perbuatan kedua terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi serta berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan sehingga mempersulit pembuktian, sebagai hal yang memberatkan tuntutan terhadap Kosasih dan Ekiawan.
Sementara kondisi keduanya yang belum pernah dihukum menjadi hal meringankan yang dipertimbangkan sebelum melayangkan tuntutan.
Dalam kasus itu, Kosasih dan Ekiawan didakwa merugikan negara sebesar Rp1 triliun. Keduanya diduga bersama-sama melakukan investasi fiktif untuk memperkaya diri, orang lain, maupun korporasi sehingga menyebabkan kerugian negara.
Secara perinci, kasus tersebut memperkaya Kosasih senilai Rp28,45 miliar, 127.037 dolar Amerika Serikat (AS), 283 ribu dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound Inggris, 128 yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea, serta memperkaya Ekiawan sebesar 242.390 dolar AS.
Selain keduanya, perbuatan melawan hukum tersebut turut memperkaya Patar Sitanggang sebesar Rp200 juta, PT Insight Investment Management (IIM) Rp44,21 miliar, serta PT Pacific Sekuritas Indonesia Rp108 juta.
Beberapa pihak lain yang diperkaya dalam kasus itu, yakni PT KB Valbury Sekuritas Indonesia senilai Rp2,46 miliar, Sinar Emas Sekuritas Rp44 juta, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (TPSF) Rp150 miliar.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber