
SURABAYA (Lentera) -Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu menunjukkan keseriusan dalam mendukung percepatan swasembada pangan. Hal ini dapat diwujudkan dengan kebijakan afirmatif dan intervensi yang tepat sasaran agar aspirasi masyarakat yang telah berkontribusi besar bagi ketahanan pangan nasional dapat teraktualisasikan secara maksimal.
Hal ini disampaikan langsung oleh juru bicara Komisi B, Wiwin Sumrambah, dalam Rapat Paripurna Penyampaian Laporan Komisi atas Pembahasan Rancangan Perda tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Timur, Selasa (02/09/2025).
“Langkah nyata tersebut akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penguatan sektor-sektor komoditas utama ketahanan pangan di Jawa Timur,” tambahnya.
Wiwin mengungkapkan, hasil pembahasan dan rapat koordinasi bersama OPD mitra Komisi B menunjukkan bahwa proporsi anggaran yang dialokasikan hanya sebesar Rp1,68 triliun atau 5,1 persen dari total Rancangan P-APBD 2025. Angka tersebut memang naik 9,48 persen dibandingkan APBD murni 2025, namun dinilai masih jauh dari memadai untuk memperkuat program swasembada pangan nasional.
“Proporsi anggaran ini tidak sebanding untuk mempersiapkan Jawa Timur mendukung program swasembada pangan nasional. Selama ini, keberhasilan Jawa Timur sebagai provinsi dengan produksi komoditas pangan strategis tertinggi secara nasional lebih banyak ditopang oleh faktor kemandirian masyarakatnya, bukan karena intervensi anggaran yang proporsional,” tegas Wiwin.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim tersebut menekankan, peran OPD mitra Komisi B sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Data Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menunjukkan, kontribusi sektor-sektor di bawah naungan OPD mitra Komisi B terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur pada Triwulan II 2025 mencapai 66,95 persen. Sektor pertanian, kelautan dan perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, perdagangan, serta UMKM menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
Namun, masih banyak tantangan yang menghambat optimalisasi sektor tersebut. Wiwin menyebut keterbatasan sumber daya manusia (SDM) di lapangan, khususnya di dinas teknis, menjadi salah satu masalah krusial. Pemahaman terkait pertanian modern, metode budidaya inovatif, hingga manajemen sumber daya alam berkelanjutan masih perlu ditingkatkan.
Selain itu, pola realisasi anggaran yang sering terkonsentrasi di akhir tahun juga disorot. Praktik tersebut dinilai memperlambat pembangunan daerah sekaligus mengurangi kualitas hasil program. Ia mencontohkan, masih ada OPD dengan realisasi anggaran di bawah 50 persen, di antaranya Dinas Perkebunan, Biro Perekonomian, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan UKM, serta Dinas Kelautan dan Perikanan.
“Kondisi ini terbukti berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan. Pertumbuhan sektor ini pada Triwulan II 2025 hanya 0,50 persen, lebih rendah dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun 2024,” pungkasnya.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH