
SURABAYA (Lentera) - Memeringati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus Dies Natalis ke-67, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menggelar Pagelaran Wayang Kulit bertajuk “Pandawa Mbangun Ngamarta”, Minggu (31/8/2025) malam.
Pagelaran wayang kulit dibawakan oleh dalang muda Ki RM Akbar Syahalam, dengan selingan humor segar dari pelawak Apri dan Mimin. Lakon Pandawa Mbangun Ngamarta mengisahkan perjuangan Pandawa membangun kembali Kerajaan Amarta, yang sarat filosofi tentang kebersamaan, sinergi, dan pembangunan peradaban.
Rektor Untag Surabaya, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, M.M., CMA., CPA., menekankan tema pagelaran ini mengandung makna mendalam, tidak hanya bagi bangsa tetapi juga bagi perjalanan Untag.
“Pandawa Mbangun Ngamarta adalah filosofi yang relevan. Membangun itu harus sinergi, inovasi, dan tidak berhenti berjuang. Dari 4.000 perguruan tinggi swasta di Indonesia, baru 90 yang masuk kategori unggul, dan Untag termasuk di dalamnya. Itu artinya kita tidak boleh puas, harus terus berinovasi bersama, siapapun pemimpinnya,” ucap Prof. Nug.
Prof. Nug menambahkan, momentum HUT RI ke-80 dan Dies Natalis ke-67 menjadi pendorong agar Untag semakin maju dan terdepan.
“Empat tahun ke depan target kita internasionalisasi. Saat ini sudah ada empat program studi dengan kelas internasional, ke depan harus bertambah. Maka kita semua harus terus belajar, mengaji, dan memperbaiki diri agar bisa memberi manfaat luas bagi bangsa,” tambahnya.
Sementara itu, Pengawas Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya, Ir. Bantot Sutriono, M.Sc., menyampaikan rasa syukur atas konsistensi Untag menjaga tradisi budaya.
“Pagelaran wayang kulit ini rutin kita gelar sebagai wujud rasa syukur atas capaian Untag. Tahun ini juga istimewa karena Fakultas Kedokteran resmi dibuka dan mendapat animo tinggi dari masyarakat. Jadi selain bersyukur atas capaian akademik, kita juga bersyukur melalui budaya,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Imam salah satu warga Rungkut, mengaku terharu bisa kembali menyaksikan wayang kulit di tengah kota besar.
Menurutnya, acara ini tidak hanya menghibur, tetapi juga membangkitkan nostalgia.
“Dulu di kampung, saat listrik belum merata, wayang jadi hiburan utama. Melihat Untag menggelar acara seperti ini membuat saya bangga dan haru. Semoga anak muda juga bisa mengenal budaya leluhur kita,” tutupnya.
Pagelaran ini sekali lagi menegaskan peran Untag Surabaya sebagai kampus nasionalis yang tidak hanya berfokus pada capaian akademik, tetapi juga konsisten melestarikan budaya sebagai bagian dari perjalanan bangsa.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH