17 August 2025

Get In Touch

Hindari Diet Ekstrem Ini, Bisa Mengancam Kesehatan

Ilustrasi
Ilustrasi

SURABAYA (Lentera) - Dalam usaha menurunkan berat badan atau mempertahankan bentuk tubuh ideal, banyak orang mencoba berbagai metode diet, termasuk yang tergolong ekstrem, untuk membatasi asupan kalori. Langkah ini sering dilakukan demi hasil cepat, meski belum tentu aman bagi kesehatan.

Diet ekstrem merupakan pola makan yang membatasi kalori secara drastis, mengurangi atau menghilangkan jenis makanan tertentu, atau mengubah pola makan secara tidak seimbang. Metode ini umumnya tidak direkomendasikan untuk dijalani dalam jangka panjang karena berisiko mengganggu fungsi tubuh.

Meskipun diet ekstrem dapat memberikan hasil penurunan berat badan yang cepat, risiko yang ditimbulkan sering kali lebih besar daripada manfaatnya. Menurut berbagai sumber terpercaya, ada sejumlah jenis diet ekstrem yang sebaiknya dihindari demi menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Diet Bebas Gluten

Dinukil dari Siloam Hospital, jenis diet ini sebenarnya dianjurkan untuk orang dengan intoleransi gluten atau penyakit celiac. Jika tidak untuk alasan medis, diet ini justru berisiko mengurangi asupan biji-bijian bergizi, serat, dan mikronutrien penting. Biji-bijian berperan penting untuk mencegah penyakit jantung dan diabetes dengan menurunkan kolesterol serta mengatur gula darah.

Beberapa produk bebas gluten justru mengandung banyak natrium, gula, dan lemak tidak sehat yang bisa menyebabkan kenaikan berat badan, gangguan gula darah, dan tekanan darah tinggi. Jadi, label bebas gluten tidak selalu menjamin makanan tersebut sehat. Bagi yang tidak memiliki penyakit celiac atau gangguan pencernaan, disarankan mengonsumsi lebih banyak buah, sayur, roti atau pasta gandum utuh, serta protein tanpa lemak dalam pola makan sehari-hari.

Diet Paleo

Jenis diet ini adalah salah satu diet yang berpotensi membahayakan kesehatan. Konsep diet paleo meniru pola makan manusia zaman batu atau paleotikum yang mengonsumsi makanan dari alam, seperti daging, sayuran, dan ikan hasil buruan. Beberapa versi bahkan menganjurkan makan daging atau protein mentah, yang risiko kesehatannya tinggi jika bahan tidak segar atau kurang higienis. 

Diet ini dapat menimbulkan gangguan pencernaan seperti diare, sembelit, dan ketidakseimbangan bakteri usus karena rendah karbohidrat dan serat larut. 

Selain itu, kekurangan kalsium dan vitamin D berisiko pada kesehatan tulang. Konsumsi lemak jenuh dan protein berlebihan dari daging tanpa batas juga dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal, jantung, dan kanker.

Diet Keto

Diet keto adalah pola makan yang membatasi konsumsi karbohidrat kurang dari 50 gram per hari dan meningkatkan asupan lemak. Tubuh yang kekurangan glukosa kemudian membakar lemak dan protein sebagai energi. Awalnya dibuat untuk pasien epilepsi, kini diet ini populer untuk menurunkan berat badan. Namun, diet keto hanya dianjurkan dalam jangka pendek, antara dua hingga tiga minggu, maksimal 6 hingga 12 bulan.

Jika dijalani terlalu lama, diet ini bisa menimbulkan efek samping serius, seperti sakit kepala, mual, muntah, gangguan pencernaan, dan penyusutan massa otot. Risiko lain termasuk tekanan darah rendah, batu ginjal, sembelit, kekurangan nutrisi, serta gangguan jantung. Diet keto juga dapat memicu isolasi sosial dan gangguan pola makan pada sebagian orang.

Orang dengan penyakit pada pankreas, hati, tiroid, atau kandung empedu disarankan tidak menjalani diet ini. Saat memulai, banyak mengalami “keto flu” yang ditandai dengan sakit perut, pusing, energi menurun, dan perubahan suasana hati karena tubuh menyesuaikan diri menggunakan lemak sebagai sumber energi utama.

Diet Mayo

Diet mayo menekankan pembatasan konsumsi garam dan mengutamakan makanan rendah karbohidrat. Metode ini membuat asupan natrium berkurang secara signifikan, sehingga memicu tubuh mengeluarkan cairan lebih cepat.

Akibatnya, penurunan berat badan yang terjadi bukan disebabkan oleh pembakaran lemak, melainkan karena hilangnya cairan tubuh. Kondisi ini berisiko menimbulkan dehidrasi, rasa lemas, dan penurunan konsentrasi.

Diet HCG

Dikutip dari Web MD, diet HCG menggabungkan pembatasan kalori yang sangat ketat dengan penggunaan obat human chorionic gonadotropin (hCG) yang biasanya diberikan kepada wanita hamil. Studi menunjukkan bahwa obat ini tidak efektif untuk menurunkan berat badan dan dapat menimbulkan efek samping seperti kelelahan berat, mudah marah, gelisah, hingga depresi.

Selain itu, penggunaan obat hCG juga berpotensi menyebabkan penumpukan cairan dan pembekuan darah. Pembatasan kalori yang ekstrem dalam diet ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan secara keseluruhan, sehingga metode ini dinilai tidak aman untuk diterapkan.

Diet Cuka Sari Apel

Beberapa orang mengonsumsi cuka sari apel sebelum makan dengan harapan dapat mengurangi nafsu makan dan membantu pembakaran lemak. Namun, bukti ilmiah yang mendukung efektivitas cara ini masih sangat terbatas.

Meski umumnya aman, konsumsi cuka sari apel dalam jangka panjang dapat mengganggu kerja insulin dan obat tekanan darah, serta memicu hipoglikemia dan hipokalemia. Kandungan asam yang tinggi juga berisiko merusak tenggorokan.

Diet Kafein

Minum kopi dalam jumlah banyak dapat membantu menekan nafsu makan dan sedikit meningkatkan pembakaran kalori. Namun, efek ini tidak cukup kuat untuk menghasilkan penurunan berat badan yang signifikan.

Konsumsi kafein secara berlebihan dapat memicu peningkatan tekanan darah, menyebabkan mual, serta mengganggu kualitas tidur. Kondisi ini bisa membuat berat badan yang sudah turun kembali naik. Selain itu, beberapa jenis minuman berkafein mengandung kalori dan lemak tinggi yang justru dapat menambah berat badan.

Diet Sup Kubis

Sup yang dikonsumsi dalam diet ini memang tergolong sehat, tetapi aturan makannya sangat ketat. Anda hanya diperbolehkan mengonsumsi sup dan beberapa jenis makanan tertentu sesuai jadwal, misalnya buah di hari pertama atau kombinasi daging dan sayur di hari kelima.

Asupan kalori harian dibatasi sekitar 1.000 kalori saja, yang berisiko membuat tubuh masuk ke “mode kelaparan” dan memperlambat metabolisme. Kondisi ini justru dapat menghambat proses penurunan berat badan secara efektif. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.