13 August 2025

Get In Touch

Palestina Desak Wartawan Sedunia Bersuara Demi Jurnalis di Gaza

Koresponden Al Jazeera Anas al-Sharif (kiri) dan Mohamed Qraiqea tewas, bersama dengan tiga jurnalis Al Jazeera lainnya, dalam serangan Israel yang menargetkan tenda jurnalis di dekat Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza barat pada Minggu (10/8/2025), menurut Kantor
Koresponden Al Jazeera Anas al-Sharif (kiri) dan Mohamed Qraiqea tewas, bersama dengan tiga jurnalis Al Jazeera lainnya, dalam serangan Israel yang menargetkan tenda jurnalis di dekat Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza barat pada Minggu (10/8/2025), menurut Kantor

JAKARA (Lentera) -Dalam tenda di depan Rumah Sakit Al-Shifa, Anas al-Sharif mengembuskan napas terakhir. Bom yang dilepaskan pesawat nirawak Israel meledakkan tenda tempat Sharif dan sejumlah orang lain.

”Ini bukan pembunuhan yang tidak sengaja. Ini bukan jurnalis yang kebetulan terjebak di tengah pengeboman membabi buta Israel ke warga sipil Palestina. Ini pembunuhan yang disengaja,” kata pegiat HAM Amerika Serikat yang juga mantan Direktur Eksekutif Human Right Watch, Kenneth Roth, Senin (11/8/2025).

Pada Minggu malam, Sharif dan lima rekannya yang bekerja untuk Al Jazeera tewas akibat serangan Israel. Militer Israel, Tzahal, mengakui telah menyerang tenda tempat Sharif berada.

Selain Sharif, serangan itu juga menewaskan Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, Moamen Aliwa, dan Mohammed Noufal. Qreiqeh koresponden, sementara Zaher dan Aliwa juru kamera. Adapun Noufal menjadi asisten umum tim tersebut.

”Anas dan rekan-rekannya termasuk di antara suara-suara terakhir yang tersisa dari dalam Gaza, memberikan liputan langsung tanpa sensor kepada dunia tentang realitas menyedihkan yang dialami rakyatnya,” demikian pernyataan Al Jazeera.

Israel secara berkala menyasar karyawan Al Jazeera di Gaza. Sebelum membunuh Sharif dan rekannya, Israel membunuh Ismail al-Ghoul dan Rami al-Rifi pada 2024, serta Hossam Shabat pada Maret 2025.

Beberapa menit sebelum akhirnya tewas, Sharif melaporkan pengeboman Israel dekat RS Al-Shifa. Lalu, ia mengunggah pesan di media sosial. ”Saya tidak pernah ragu sedetik pun untuk menyampaikan kebenaran apa adanya, tanpa distorsi atau pemalsuan,” tulisnya.

Israel menuding Shabat dan Sharif sebagai anggota Hamas yang menyamar. Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menyebut Israel terus mengulang pola menuding jurnalis di Gaza sebagai anggota kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina.

Roth menyebut tudingan itu sebagai sampah dan tidak berdasar. ”Jurnalisme merupakan salah satu cara untuk meminta pertanggungjawaban Pemerintah Israel atas kekejaman massal yang dilakukan di Gaza. Jika tidak ada yang tahu, Israel akan lebih mudah lolos begitu saja. Jadi, itulah alasan tercela di balik upaya membungkam dan membunuh jurnalis,” kata Roth.

Pelapor Khusus Perserikatan BangsaBbangsa (PBB) Irene Khan sepakat dengan Roth. Sebelummya, pada 31 Juli 2025, Khan memperingatkan bahwa Sharif dan jurnalis yang tersisa di Gaza jadi sasaran Israel dan pendukungnya.

Hal itu bagian dari strategi Israel untuk memberangus kebenaran dan merintangi upaya merekam bukti kejahatan kemarin. ”Wartawan adalah mata dan telinga masyarakat dunia di lapangan. Mereka dibungkam karena memberitakan kejahatan internasional,” kata Khan.

Bagian dari serangan besar

Direktur RS Al-Shifa, Mohammed Abu Salmiya, menyebut pembunuhan Sharif bagian dari serangan besar-besaran Israel ke Gaza. ”Mereka ingin membunuh dan menggusur sebagian besar warga Palestina di kota Gaza, tetapi kali ini tanpa suara Anas, Mohamed, Al Jazeera, dan semua saluran (berita),” ujarnya kepada kantor berita Turki, Anadolu Agency.

Menurut Jurnalis Israel, Akiva Eldar, tudingan Israel ke Sharif dan banyak jurnalis lain tak bisa diverifikasi. Penyebab pokoknya, Israel melarang jurnalis masuk Gaza. Sharif dan ratusan jurnalis lain telah berada di Gaza sebelum Israel mulai menyerang pada Oktober 2023.

”Wartawan Israel tidak diizinkan pergi ke sana. Saya pikir alasannya adalah dengan cara ini mereka (Pemerintah Israel) dapat menyalahkan media internasional atas berita palsu,” katanya.

Pemerintahan Benjamin Netanyahu dan para pendukungnya terus menyebut bahwa berbagai berita dari Gaza sebagai informasi palsu. Di sisi lain, Israel melarang jurnalis masuk Gaza kecuali mau mematuhi persyaratan yang ditetapkan Tzahal.

Syarat itu termasuk setuju menyerahkan semua video, foto, dan tulisan untuk disensor Tzahal dan Pemerintah Israel sebelum disiarkan. Sejumlah jurnalis mencantumkan keterangan bahwa foto atau video mereka telah disensor Tzahal sebelum disiarkan.

Bagi jurnalis Palestina, Taghreed el-Khodary, pembunuhan Sharif adalah bagian dari intimidasi kepada seluruh jurnalis Palestina. ”Saya berbicara dengan para jurnalis di lapangan di Gaza dan banyak dari mereka menerima telepon dari tentara Israel yang meminta mereka untuk berhenti meliput,” ujarnya.

Ia mengatakan, banyak reporter akan terpaksa mempertanyakan jalur karier mereka. ”Saya kenal seorang jurnalis yang berkata, ’Saya hanya ingin menulis. Saya tidak ingin berada di depan kamera karena saat saya berada di depan kamera, Israel akan membunuh saya,’,” kata Khodary.

Berbagai pendukung Israel di banyak negara mengeluhkan bahwa Israel kini kalah dalam perang narasi. Israel gagal mengendalikan narasi agar selalu berpihak kepada mereka. Dampaknya, dukungan pada Israel terus merosot.

Pembunuhan Sharif, kata anggota DPR AS, Pramila Jayapal, adalah alasan tambahan AS harus berhenti mengirim senjata ke Israel. ”Militer Israel telah membunuh lebih dari 200 jurnalis dan pekerja media,” kata politisi Partai Demokrat itu.

Lindungi wartawan Palestina

Palestina mendesak jurnalis dan asosiasi kewartawanan sedunia untuk bersuara dan bertindak melindungi wartawan Palestina serta melawan upaya Israel mendelegitimasi kerja para jurnalis.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Palestina pada Selasa menyebut Israel "pembunuh wartawan paling berbahaya" karena 230 jurnalis di Gaza telah menjadi korban kebiadaban mereka.

"Kebijakan kriminal Israel bertujuan membunuh semua saksi mata genosida yang mereka lakukan dan mengubur semua bukti kejahatan mereka," kata Kemlu Palestina di platform X.

Rezim Zionis Israel disebut telah membunuh para jurnalis dengan kejam sebagai balas dendam terhadap pihak-pihak yang menyampaikan kebenaran.

Menurut Palestina, langkah Israel yang sengaja mengincar wartawan juga menunjukkan bahwa upaya pembersihan etnis di Palestina adalah tindakan "jangka panjang dan sistematis."

Palestina mendesak jurnalis di seluruh dunia untuk tidak ikut menyebarkan narasi kebohongan dan propaganda Israel serta menolak upaya dehumanisasi dan delegitimasi jurnalis Palestina.

"Tak ada jurnalis yang boleh terlibat dalam penghasutan dan pembunuhan jurnalis lain," kata Kemlu Palestina.

Palestina juga memuji para wartawan yang teguh menjalankan tugas jurnalistiknya dengan profesionalisme tinggi dan komitmen terhadap kebenaran meski menghadapi situasi yang amat buruk.

"Mereka adalah pahlawan yang seharusnya dihormati, bukan dihina," kata Kemlu Palestina.

Daftar wartawan yang dibunuh Israel semakin panjang setelah empat jurnalis Al Jazeera tewas dalam serangan roket pasukan Israel pada Minggu (10/8), menurut laporan Xinhua.

Keempatnya — jurnalis Anas Al Sharif dan Mohammed Qreiqeh serta juru kamera Ibrahim Zaher dan Mohammed Noufal — tewas setelah Israel menyerang tenda mereka di depan RS Al Shifa di Kota Gaza. Seorang warga Palestina juga tewas dalam serangan itu (*)

Editor: Arifin BH/AP/AFP/Kompas/Antara

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.