27 July 2025

Get In Touch

Soal Amicus Curiae di Vonis Hasto hingga Tak Terbukti Merintangi Penyidikan

Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto berbicara dengan istrinya, Maria Stefani Ekowati (kanan) usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (
Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto berbicara dengan istrinya, Maria Stefani Ekowati (kanan) usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (

JAKARTA (Lentera)-Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dengan pidana 3,5 tahun penjara. Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah dalam dakwaan menyuap Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan.

Namun, untuk dakwaan merintangi penyidikan terkait perkara Harun Masiku, Majelis Hakim menilai tidak terbukti.

Dalam putusan itu, Majelis Hakim turut memasukkan amicus curiae atau sahabat pengadilan yang dikirimkan oleh filsuf Franz Magnis Suseno hingga eks Jaksa Agung, Marzuki Darusman, sebagai pertimbangan dalam menjatuhkan vonisnya.

Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, menyebut bahwa amicus curiae tersebut memberikan perspektif mendalam tentang aspek yuridis, filosofis, dan konstitusional dalam perkara yang menjerat Hasto.

"Menimbang, bahwa dalam persidangan ini majelis telah menerima masukan substantif melalui amicus curiae dari tokoh-tokoh termuka, termasuk Romo Franz Magnis Suseno sebagai filsuf dan pemikir konstitusional, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, serta 22 akademisi dan praktisi hukum lainnya," ujar Hakim Rios membacakan pertimbangan hukumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Hakim Rios menyatakan bahwa amicus curiae tersebut telah memuat berbagai permasalahan substantif dalam perspektif sosio-legal yang memerlukan perhatian serius. Khususnya terkait kekhawatiran kemungkinan adanya penuntutan didasarkan pada motif politik yang dapat mempengaruhi persepsi keadilan.

"Menimbang bahwa majelis mengapresiasi semangat kepedulian konstitusional yang ditunjukkan para tokoh dalam amicus curiae, dan menegaskan bahwa independensi peradilan yang sejati bukan berarti isolasi dari keprihatinan sah masyarakat," tutur Hakim Rios.

"Melainkan kemampuan untuk mengambil keputusan yang objektif, tidak memihak, dan berdasarkan hukum tanpa terpengaruh oleh tekanan politik, kepentingan golongan, atau motivasi di luar pencarian kebenaran dan keadilan," paparnya.

Lebih lanjut, Hakim Rios menyatakan bahwa amicus curiae yang diajukan tersebut dijadikan pertimbangan yang tak terpisahkan dalam menjatuhkan vonisnya terhadap Hasto.

"Menimbang, bahwa majelis menyampaikan penghargaan mendalam atas kontribusi substansif yang telah diberikan melalui amicus curiae dan menegaskan bahwa seluruh masukan tersebut telah menjadi pertimbangan integral dalam proses pengambilan keputusan," ucap Hakim Rios.

Hakim Rios juga menyebut bahwa amicus curiae tersebut sebagai masukan penting untuk memastikan hukuman yang dijatuhkan kepada Hasto mencerminkan nilai keadilan.

"Bukan sekadar sebagai referensi tambahan, melainkan sebagai masukan penting untuk memastikan bahwa putusan yang dijatuhkan benar-benar mencerminkan nilai-nilai keadilan konstitusional, keadilan prosedural, dan kesetaraan substantif yang menjadi fondasi sistem peradilan dalam negara hukum demokratis," kata Hakim Rios.

"Dengan tetap menghormati semangat pencarian keadilan yang disampaikan oleh para tokoh melalui amicus curiae dan berharap bahwa putusan ini dapat memberikan kontribusi akademik sebagai bentuk menjaga prinsip proses hukum yang adil dan menjunjung tinggi integritas peradilan pidana di Indonesia agar terwujudnya negara hukum yang demokratis," imbuhnya.

Adapun amicus curiae itu dikirimkan oleh 23 akademisi dan praktisi di bidang hukum yang tergabung dalam Aliansi Akademik Peduli Keadilan, pada Selasa (22/7/2025) lalu, atau tiga hari menjelang vonis terhadap Hasto dibacakan.

Aliansi itu dipimpin oleh Guru Besar Fakultas Hukum Indonesia (FH UI), Sulistyowati Irianto. Selain itu, juga terdapat nama lain seperti Franz Magnis Suseno, eks Jaksa Agung Marzuki Darusman, hingga eks Ketua KY Suparman Marzuki.

Dalam amicus curiae itu, sejumlah akademisi itu memandang bahwa penuntutan terhadap Hasto janggal dan menimbulkan kekhawatiran besar bahwa independensi peradilan dan demokrasi melemah.

Mereka menilai adanya motif politik di balik penuntutan atau politically motivated prosecution terhadap Hasto.

"Dalam kasus Hasto Kristiyanto, penuntutan terhadap fungsionaris partai politik yang sangat kritis kepada pemerintahan Jokowi ini tampaknya didasarkan pada motif politik," demikian dikutip dalam amicus curiae tersebut, Sabtu (26/7/2025).

"Hasto dituntut dengan tuduhan yang tidak jelas, lemah bukti, dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat," lanjutnya.

Selain itu, para akademisi dan praktisi tersebut menyinggung proses persidangan yang janggal karena menghadirkan penyidik KPK sebagai saksi. Bahkan, kata aliansi, kesaksian itu juga telah digagalkan oleh fakta persidangan dan keterangan ahli.

"Penuntutan ini tampaknya merupakan upaya untuk menyerang lawan politik dan mempertahankan kekuasaan," bunyi naskah amicus curiae tersebut.

"Ketika hakim tidak membebaskan Hasto, maka itu akan memberi sinyal buruk bagi independensi peradilan dan demokrasi di Indonesia. Penuntutan yang didasarkan pada motif politik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan menghancurkan independensi peradilan," terang aliansi.

Editor:Widyawati/Berbagai Sumber
 

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.