26 July 2025

Get In Touch

Hasto Divonis 3,5 Tahun Penjara Terbukti Terlibat Suap Anggota KPU

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/7/2025) -Ant
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/7/2025) -Ant

JAKARTA (ANTARA) -Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto divonis pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan (3,5 tahun) setelah terbukti terlibat dalam pemberian suap terkait kasus dugaan perintangan penyidikan korupsi perkara tersangka Harun Masiku dan pemberian suap.

Hakim Ketua Rios Rahmanto menyatakan Hasto juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap secara bersama-sama dan berlanjut," ucap Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.

Majelis Hakim menetapkan Hasto terbukti menyediakan dana suap sebesar Rp400 juta yang akan diberikan kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Wahyu Setiawan untuk pengurusan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif.

Meski terbukti memberi suap, Hakim Ketua menyampaikan Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan kasus tersangka Harun Masiku, seperti yang didakwakan sebelumnya dalam perkara itu.

Dengan demikian, Hasto dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif pertama.

Sebelum menjatuhkan putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa keadaan memberatkan dan meringankan dalam kasus Hasto. Keadaan memberatkan, yakni perbuatan Hasto tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Selain itu, Hakim Ketua menambahkan perbuatan Hasto yang memberatkan lainnya, yakni Hasto telah merusak citra lembaga penyelenggaraan pemilu yang independen dan berintegritas.

Sementara keadaan meringankan yang dipertimbangkan Majelis Hakim, yaitu Hasto bersikap sopan dalam persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, belum pernah dihukum, serta telah mengabdi pada negara melalui berbagai posisi publik.

Mengutip Antara, putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada Hasto lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni pidana 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.

Dalam kasus tersebut, ia didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019–2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Perjalanan kasus Hasto

Kasus ini merupakan buntut dari pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 yang menargetkan bekas Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Wahyu diduga menerima suap untuk memuluskan jalan Harun Masiku agar dapat ditetapkan sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Dalam pengembangan kasus, KPK menetapkan empat tersangka, yakni Wahyu Setiawan (penerima suap), Agustiani Tio Fridelina (mantan anggota Bawaslu, perantara), Saeful Bahri (staf PDI-P, pemberi suap), dan Harun Masiku (pemberi suap). Namun, Harun Masiku lolos dari penangkapan dan keberadaannya masih menjadi misteri hingga hari ini. Sejak 17 Januari 2020, ia resmi menyandang status buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

Mengutip Kompas, nama Hasto Kristiyanto sejatinya telah disebut sejak awal persidangan kasus pada 2020. Dalam surat dakwaan terhadap Saeful Bahri, jaksa menyebut Hasto menyetujui adanya dana operasional sebesar Rp 850 juta untuk mengurus penetapan Harun Masiku di KPU.

Sejumlah saksi di persidangan juga menyebut nama Hasto. Meskipun demikian, selama bertahun-tahun, Hasto secara konsisten membantah keterlibatannya. Ia menegaskan tidak pernah terlibat dalam praktik suap tersebut dan menyatakan bahwa urusan penggantian antarwaktu (PAW) adalah ranah teknis partai.

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.