25 July 2025

Get In Touch

RUU KUHAP Dikritik Hambat OTT KPK, Komisi III: Naik Sidik Saja, Sadap, Tangkap

Komisi III DPR, Soedeson Tandra
Komisi III DPR, Soedeson Tandra

JAKARTA (Lentera)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti definisi penyelidikan di Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Mereka menilai, dengan definisi penyelidikan hanya untuk mencari dan menemukan peristiwa pidana saja, maka kemungkinan operasi tangkap tangan (OTT) semakin kecil.

Terkait hal itu, anggota Komisi III DPR, Soedeson Tandra membantah bahwa RKUHAP ini menghambat KPK untuk menggelar OTT.

“Tidak sama sekali,” ujar Tandra saat dihubungi kumparan, Rabu (23/7/2025).

Tandra menjelaskan, RUU KUHAP mengembalikan definisi penyelidikan ke definisi yang seharusnya. Sebab penyelidikan bukan merupakan pro-justitia.

“Pertanyaannya penyelidikan itu apa? Itu kan bukan pro justitia. Penyidikan itu pro justitia, ya kan? Maka definisi penyelidikan itu ya untuk menemukan,” ucap Tandra.

“Kalau dia temukan ya naik ke sidik, ya kan?” tambahnya.

Sedangkan OTT, menurut Tandra, memiliki definisi sebuah penangkapan yang tiba-tiba dilakukan. Dia menilai semua orang bisa melakukan OTT.

Sementara, kalau yang dilakukan KPK selama ini adalah menangkap orang yang sudah diketahui melakukan tindak pidana.

“Dia sudah tahu bahwa pada hari A jam sekian akan ada penyerahan uang, ya kan? Dari si A kepada… itu bukan tangkap tangan, itu KPK menangkap orang,” ucap Tandra.

“Kriteria tangkap tangan itu kalau saya jalan atau KPK lewat begini, ‘eh, ada bupati, ada gubernur yang terima’. Nah, itu tangkap tangan. Tidak usah itu. Tidak usah Suratnya mana? Tangkap dulu, baru keluarkan surat. Boleh. Itu tidak masalah,” tambahnya.

Maka, Tandra menjelaskan, saat RKUHAP berlaku, yang bisa dilakukan KPK adalah menyelidiki suatu kasus, menaikkannya ke penyidikan, lalu disadap dan ditangkap.

“Kalau KPK punya informasi mengenai hal itu, tangkap tangan, ya mesti harus dia sudah punya bukti baru dia tangkap orang, betul nggak? Kalau belum punya bukti gimana tangkap orang?” ucap Tandra.

Kini, KPK menyebut sudah bersurat ke pimpinan DPR untuk melakukan audiensi atas protes mereka terhadap beberapa pasal di RUU KUHAP. Namun, Tandra menilai, KPK seharusnya berbicara terlebih dahulu ke Kementerian Hukum (Kemenkum) sebelum ke DPR.

“KPK itu adalah cabang kekuasaan eksekutif. Pemerintah. KPK, polisi, jaksa, semua, bahkan hakim, semua lewat pemerintah,” ucap Tandra.

“Kita ini tidak pernah audiensi dengan polisi, tidak pernah audiensi dengan jaksa. Semua silahkan kalian bicara berunding dengan pemerintah, pemerintah yang berunding dengan kita,” tambahnya.

Penilaian KPK soal RKUHAP 

Sebelumnya, Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto, mengatakan penilaian itu dalam acara diskusi bertajuk 'Menakar Dampak RUU Hukum Acara Pidana bagi Pemberantasan Korupsi', di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (22/7/2025).

Iman menilai, dengan perbedaan definisi penyelidikan di RKUHAP dan KPK maka peluang pelaksanaan OTT KPK akan makin kecil.
"Kalau dari tahap penyelidikan atau memperoleh bukti permulaan itu berubah, tidak seperti yang sekarang, maka kemungkinan untuk menjadi tangkap tangan [OTT] itu semakin kecil," kata Imam.

Menurut Imam, pembatasan kewenangan dalam penyelidikan yang diatur di RUU KUHAP justru akan menjadi kesulitan tersendiri bagi KPK dalam memperoleh alat bukti permulaan.

"Jadi, sekali lagi, peluang tangkap tangan itu dengan adanya hukum acara yang baru, ini akan memperkecil kalau tidak sinkron dengan hukum acara sebagaimana yang berlaku saat ini. Sekurang-kurangnya itu potensi permasalahannya," ucap dia.

Selain soal OTT, KPK juga mengeluhkan 17 poin lainnya yang diatur di RKUHAP. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa poin aturan yang dipermasalahkan itu ditemukan usai pihaknya melakukan diskusi dan kajian di internal lembaga.

Sejumlah poin permasalahan itu di antaranya terkait dengan aturan penyadapan, pembatasan dalam penyelidikan, reduksi kewenangan penyelidik, hingga aturan cegah ke luar negeri hanya untuk tersangka.


Editor:Widyawati/Berbagai sumber

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.