11 July 2025

Get In Touch

Gubernur Khofifah Diperiksa KPK, Gubes Unair: Kepala Daerah Jadi Saksi adalah Lumrah

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof Dr Nur Basuki Minarno SH M Hum.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof Dr Nur Basuki Minarno SH M Hum.

SURABAYA (Lentera) - Pemeriksaan KPK terhadap Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang dilakukan di Polda Jatim, Kamis (10/7/2025) menarik perhatian public. Guru besar (Gubes) Universitas Airlangga (Unair) mengatakan bahwa pemanggilan kepala daerah sebagai saksi adalah lumrah. 

KPK meminta keterangan Khofifah sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2019-2022.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof Dr Nur Basuki Minarno SH M Hum mengatakan pemanggilan terhadap kepala daerah dalam kasus dugaan korupsi anggaran  pemerintah adalah sesuatu yang lumrah. Hal itu tak karena kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

“Jadi kalau gubernur dimintai keterangan itu sangat wajar. Tapi yang perlu dicatat jikalau ada seseorang diperiksa sebagai saksi, belum tentu mereka terlibat,” tegas Prof Basuki pada media, Kamis (10/7/2025). 

Lebih lanjut Prof Basuki mengatakan tentunya dalam penyidikan maka KPK perlu memperoleh keterangan dari banyak sumber. Keterangan itu bisa didapatdari saksi, ahli, hingga keterangan tersangka. Dalam proses penyidikan, lanjutnya, pemeriksaan saksi menjadi sangat penting karena saksilah yang mengetahui, mendengar, atau mengalami sendiri peristiwa. 

“Dan keterangan saksi itupun tidak berdiri sendiri karena nantinya akan dicocokkan dan dilihat apakah memiliki kesesuaian, berelevansi dengan data yang lain,” ujarnya.

Terlebih kasus ini konteksnya adalah dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur. 

“Kalau gubernur tidak diperiksa ya akan menjadi aneh karena produknya pengeluaran anggaran kan Pergub. Tapi kembali lagi yang ditekankan, tidak selalu yang diperiksa sebagai saksi adalah pihak yang terlibat dalam permufakatan jahat,” imbuh Prof Basuki.

Kemudian, Prof Basuki menerangkan bahwa kasus ini adalah kasus dana hibah yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022. Kasus tersebut terkait hibah pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Jatim.

Pokir DPRD tersebut didapat dari hasil reses atau rapat dengar pendapat DPRD yang menjadi bahan pertimbangan atau dasar dalam perencanaan pembangunan daerah. 

Prof Basuki juga mengatakan bahwa Pokir menjadi mekanisme penyaluran dana APBD untuk mendukung kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Tentunya berdasarkan usulan dari anggota DPRD. 

“Prinsipnya dalam hukum pidana siapa yang melakukan kesalahan, maka dialah yang dimintai tanggung jawab pidana. Dalam pemberian hibah pasti melibatkan eksekutif dengan legislatif dalam perencanaan dan penganggaran sampai ditetapkannya APBD,” tegas Prof Basuki. 

“Jika kemudian dalam pelaksanaannya ada pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian daerah, maka pihak tersebutlah yang harus bertanggung jawab,” tambahnya. 

Hal senada juga disampaikan Pakar Hukum Administrasi Universitas Airlangga (Unair) Emanuel Sujatmoko. Ia optimistis masyarakat maupun pihak yang berwenang tak mudah tergiring opini dengan pernyataan saling serang yang dilontarkan para saksi dalam kasus ini.

“Karena APH dalam menentukan apakah itu peristiwa memuat unsur pidana atau tidak itu berdasarkan fakta-fakta hukum yang terdiri dari alat bukti dan barang bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik. Bukan atas penilaian ataupun asumsi dari seseorang atau saksi. Terlebih saksi yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu dalam perkara tersebut,” urai Emanuel.

Diketahui, KPK melakukan pemeriksaan pada Gubernur Khofifah sebagai saksi terkait kasus dugaan kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur 2019-2022.

“Kami optimis Gubernur Khofifah menjalani pemeriksaan swbagai bentuk tanggung jawab, dan saya juga percaya seluruh pejabat di Jatim menaati dan menjalankan prosedur hukum yang ada. Termasuk dalam menghadapi pemeriksaan hukum atas kasus yang saat ini sedang berlangsung,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2019-2022 ini KPK telah menetapkan 21 orang tersangka. Sebanyak 21 tersangka itu terdiri dari 4 penerima suap dan 17 pemberi suap.

Para tersangka penerima suap itu terdiri dari 3 orang penyelenggara negara dan 1 orang staf penyelenggara negara. Sementara, dari 17 tersangka pemberi suap, 15 di antaranya adalah pihak swasta, sedangkan 2 orang lainnya adalah penyelenggara negara. (*)

Reporter : Lutfi
Editor : Arief Sukaputra

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.