13 July 2025

Get In Touch

Studi: Otak Psikopat Berbeda dari Orang Normal

Ilustrasi saraf otak. (Foto: Shutterstock)
Ilustrasi saraf otak. (Foto: Shutterstock)

SURABAYA (Lentera) - Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa struktur otak psikopat berbeda dari otak manusia pada umumnya. Hasil ini memberikan pemahaman baru tentang sisi gelap kepribadian, khususnya dalam mengupas salah satu elemen dari yang dikenal sebagai “dark triad”.

Diagnosis psikopat kerap dianggap sebagai salah satu prediktor paling kuat terhadap perilaku kekerasan yang berulang. Melalui penggunaan teknologi pencitraan otak canggih dan atlas otak Julich-Brain yang dapat diakses publik, tim peneliti dari sejumlah institusi di Jerman serta University of Pennsylvania berhasil menemukan adanya perubahan struktur pada jaringan otak individu yang memiliki karakteristik psikopatik.

Penelitian ini merupakan langkah penting dalam memahami dasar neurobiologis dari agresi dan perilaku antisosial.

Dalam studi ini, para peneliti menganalisis data MRI dari 39 pria dewasa yang telah didiagnosis sebagai psikopat, dan membandingkannya dengan kelompok kontrol. Hasil riset menunjukkan adanya hubungan yang mencolok antara kecenderungan antisosial dan struktur tertentu di otak.

Dengan menggunakan alat diagnostik bernama Psychopathy Check-List, tim menemukan skor yang lebih tinggi pada kategori “gaya hidup dan perilaku antisosial” berkaitan dengan pengecilan volume di beberapa area otak. Volume yang lebih kecil ini ditemukan di berbagai area, termasuk basal ganglia yang berperan dalam kontrol gerakan dan pembelajaran serta thalamus, yang berfungsi sebagai pusat penghubung informasi sensorik.

Penurunan volume juga terdeteksi di bagian batang otak dan otak kecil (cerebellum), bagian penting dalam mengatur gerakan dan koordinasi. Selain itu, wilayah seperti korteks orbitofrontal dan insula yang berkaitan erat dengan regulasi emosi, pengambilan keputusan, dan perilaku sosial, juga mengalami penyusutan.

Hal ini menunjukkan bagian otak yang berperan dalam pengendalian perilaku mungkin tidak berfungsi optimal pada individu dengan sifat psikopatik.

Menariknya, kaitan antara struktur otak dan sifat psikopatik yang bersifat interpersonal-emosional seperti kecenderungan berbohong secara patologis dan kurangnya empati, ternyata tidak terlalu konsisten. Artinya, gangguan struktur otak lebih jelas terhubung dengan perilaku antisosial ketimbang ciri-ciri emosional atau manipulatif.

Tak hanya itu, hasil perbandingan kelompok juga menunjukkan adanya penurunan volume otak secara keseluruhan pada kelompok psikopat dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Perbedaan yang paling mencolok dan terlokalisasi ditemukan di bagian subikulum kanan, yaitu bagian dari hipokampus yang berkaitan erat dengan fungsi memori. Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa kemungkinan besar terdapat gangguan perkembangan otak yang meluas pada individu psikopatik.

Menurut para peneliti, ini mengindikasikan adanya hubungan neurobiologis yang kuat antara perilaku antisosial dan berkurangnya volume otak di berbagai wilayah penting.

Meski hasil penelitian ini sangat signifikan, para ilmuwan juga mengakui adanya keterbatasan. Misalnya, data MRI dikumpulkan menggunakan berbagai jenis pemindai di lokasi berbeda, meski sudah disesuaikan secara statistik. Selain itu, tidak semua peserta penelitian memiliki tingkat kecerdasan atau riwayat penggunaan zat yang sama, yang bisa saja memengaruhi hasil perbandingan.

Meskipun begitu, studi ini dianggap sebagai kemajuan besar dalam memahami faktor neurobiologis yang berkaitan dengan agresi dan perilaku kekerasan. Ke depan, penelitian lanjutan diharapkan dapat menjawab pertanyaan penting lainnya, termasuk soal apakah perbedaan struktur otak ini bersifat genetik, atau terbentuk akibat pengaruh lingkungan?

Apapun jawabannya nanti, satu hal menjadi semakin jelas, otak para psikopat tidak bekerja dengan cara yang sama seperti orang kebanyakan. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.