
SURABAYA (Lentera) - Karier Jay Idzes bersama Timnas Indonesia mengalami lonjakan pesat, setelah sebelumnya sempat menjadi sorotan saat proses naturalisasinya diumumkan. Ia pernah menuai keraguan akibat diagnosis trombosis vena dan mikro emboli paru, yang disampaikan langsung oleh klubnya di Italia, Venezia FC.
Banyak pihak sempat meragukan masa depan Idzes di dunia sepak bola, bahkan saat proses naturalisasinya masih berlangsung. Tak sedikit yang menilai PSSI telah keliru dalam memilih pemain.
Semua keraguan itu terjawab lewat penampilan impresif Jay Idzes saat debut bersama skuad Garuda. Ia langsung menunjukkan performa solid di lini belakang dan bahkan dipercaya mengenakan ban kapten. Mengacu pada data Transfermarkt per 17 Juni 2025, bek kelahiran Belanda ini memiliki nilai pasar Rp 130,36 miliar — tertinggi di Asia Tenggara, mengungguli Mees Hilgers dan pemain top ASEAN lainnya.
Lantas, apa sebenarnya Trombosis Vena dan Emmboli Paru, serta bagaimana cara mencegahnya?
Trombosis Vena
Dilansir dari laman Mayo Clinic, Deep Vein Thrombosis (DVT) atau Trombosis Vena Dalam merupakan kondisi gumpalan darah (trombus) terbentuk di pembuluh vena bagian dalam, umumnya di kaki. Kondisi ini bisa memicu nyeri dan pembengkakan pada kaki, meski dalam beberapa kasus gejalanya nyaris tak terasa.
Namun dalam sejumlah kasus, penderita merasakan nyeri dan hangat di bagian kaki yang terdampak, terutama saat ditekan. Area tersebut juga bisa tampak membengkak dan berubah warna menjadi kemerahan atau keunguan.
Risiko DVT meningkat pada individu dengan gangguan pembekuan darah, serta mereka yang terlalu lama duduk atau berbaring. Kondisi ini kerap terjadi setelah menjalani rawat inap, pemulihan pascaoperasi, atau selama perjalanan jarak jauh.
DVT dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius jika gumpalan darah berpindah ke paru-paru dan menyebabkan emboli paru. Jika seseorang mengalami sesak napas mendadak, nyeri dada saat menarik napas dalam, denyut nadi cepat, atau batuk berdarah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis.
Jika DVT tidak segera ditangani, gumpalan darah yang terbentuk di pembuluh vena dalam kaki bisa lepas dan terbawa aliran darah ke paru-paru. Kondisi ini dikenal sebagai emboli paru atau pulmonary embolism (PE) dan dapat berakibat fatal. Saat DVT dan PE dan terjadi bersamaan, kondisi tersebut disebut Tromboemboli Vena (VTE).
Emboli Paru
Adapun emboli paru atau Pulmonary Embolism (PE) terjadi ketika gumpalan darah menyumbat arteri di paru-paru, menghalangi aliran darah serta suplai oksigen. Sebagian besar kasus emboli paru berawal dari DVT, di mana gumpalan terbentuk di kaki, lalu berpindah ke paru-paru melalui sirkulasi darah.
Dikutip dari laman Cleveland Clinic, Pulmonary embolism (PE) adalah gumpalan darah di paru-paru yang memblokir aliran darah dan oksigen. Kondisi ini termasuk gawat darurat medis dan harus cepat ditangani karena bisa merusak jaringan paru-paru, memicu gagal jantung, bahkan berujung pada kematian jika gumpalan berukuran besar. Meski begitu, dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar pasien dapat diselamatkan.
Di dunia medis, PE menempati posisi ketiga sebagai penyakit pembuluh darah paling umum setelah serangan jantung dan stroke. Di Amerika Serikat, lebih dari 900 ribu kasus PE tercatat setiap tahunnya. Gejala umumnya muncul secara tiba-tiba, seperti sesak napas, nyeri dada yang memburuk saat menarik napas dalam, detak jantung cepat, napas pendek, batuk berdarah, kulit pucat atau kebiruan, dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus, pasien juga mengalami pusing, kecemasan hebat, hingga kehilangan kesadaran.
Risiko emboli paru meningkat pada individu yang mengalami pembekuan darah setelah duduk atau berbaring terlalu lama, terutama pascaoperasi atau perjalanan panjang. Faktor lain termasuk cedera pembuluh darah, gangguan pembekuan darah, kanker, atau penggunaan terapi hormon. Mereka yang baru melahirkan, menjalani operasi, menggunakan kontrasepsi hormonal, atau memiliki penyakit seperti diabetes, obesitas, dan kanker, termasuk kelompok rentan. Tanpa intervensi medis, PE dapat menimbulkan komplikasi serius seperti sianosis, stroke, serangan jantung, hingga kematian mendadak.
Tindakan Pencegahan
Dikutip dari laman NYU Langone Hospitals, pencegahan terbaik dalam menghadapi keduanya adalah menekan potensi terjadinya DVT dan gumpalan darah. Sejumlah faktor bisa meningkatkan kerentanan terhadap DVT, antara lain duduk terlalu lama tanpa bergerak, riwayat keluarga dengan gangguan serupa, usia lanjut di atas 60 tahun, penyakit kanker, kebiasaan merokok, serta konsumsi kontrasepsi hormonal.
Para pakar dari NYU Langone menyarankan masyarakat menjalani gaya hidup aktif guna mencegah aliran darah mengental dan membentuk sumbatan. Aktivitas sederhana seperti berdiri secara berkala, berjalan kaki di sela rutinitas, serta melakukan peregangan ringan sudah cukup membantu memperlancar peredaran darah. Mereka yang bekerja dalam posisi duduk dalam waktu lama juga disarankan untuk sering menggerakkan kaki, menghindari posisi duduk menyilang dalam waktu panjang, dan menjaga tubuh tetap terhidrasi.
Kewaspadaan ekstra diperlukan saat melakukan perjalanan jauh dengan mobil atau pesawat. Peregangan kaki, memutar pergelangan, serta sesekali berjalan di lorong pesawat dapat mencegah darah berkumpul di kaki. Saat berkendara, istirahat berkala untuk meregangkan tubuh sangat dianjurkan. Penggunaan stoking kompresi juga direkomendasikan sebagai upaya mencegah terbentuknya gumpalan darah di pembuluh vena kaki.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber