
SURABAYA (Lentera) – Peredaran rokok ilegal masih menjadi ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi, keadilan usaha, dan perlindungan masyarakat. Dalam merespons tantangan tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Timur I terus memusnahkan belasan ribu batang rokok ilegal.
Dalam periode penindakan terbaru, Bea Cukai Jawa Timur I berhasil menggagalkan peredaran lebih dari 12 juta batang rokok ilegal yang disita dari berbagai lokasi di wilayah pengawasannya. Jumlah pasti yang dimusnahkan mencapai 12.043.200 batang rokok tanpa pita cukai, atau biasa disebut rokok polos, dengan nilai barang mencapai Rp17,09 miliar. Tak hanya itu, kerugian negara akibat potensi penerimaan yang tidak masuk ke kas negara dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp8,98 miliar.
Kepala Kanwil Bea dan Cukai Jawa Timur I, Untung Basuki menerangkan, pemusnahan ini merupakan bagian dari implementasi tugas Bea Cukai sebagai pelindung masyarakat dan pendukung industri (Community Protector dan Industrial Assistance). Tindakan ini juga selaras dengan program Astacita Presiden Prabowo, yang menekankan penanganan serius terhadap peredaran rokok ilegal.
“Pemusnahan barang-barang ini membuktikan bahwa Bea Cukai melaksanakan fungsi sebagai pelindung dunia usaha dalam negeri dari maraknya peredaran barang kena cukai ilegal yang dapat mempengaruhi harga barang dan menciptakan persaingan tidak sehat,” ungkap Untung Basuki dalam apel Pemusnahan Rokok Ilegal di Kantor Kanwil 1 Bea Cukai Provinsi Jawa Timur, Rabu (4/6/2025).
Untung Basuki menegaskan, rokok ilegal bukan hanya soal pelanggaran administrasi, melainkan juga menyangkut bahaya sosial dan kesehatan, sebab rokok jenis ini tidak melalui proses pengawasan kualitas dan standar produksi sebagaimana rokok resmi yang dikenakan cukai.
"Peredarannya perlu diawasi karena konsumsinya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat, lingkungan hidup, dan keuangan negara," tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, menuturkan bahwa industri rokok, sejauh masih legal dan taat terhadap peraturan perpajakan, merupakan tulang punggung pendapatan negara dan daerah. Ia mengungkapkan, sekitar 60 persen cukai dari industri rokok nasional berada di Jawa Timur, dan dari sektor ini, negara memperoleh pendapatan sangat besar.
"Industri rokok memberikan pendapatan negara sekitar Rp137 triliun per tahun. Dari angka ini, daerah memperoleh Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar 3 persen, dan tahun ini Jawa Timur menerima sekitar Rp3,5 triliun," jelas Adhy Karyono.
Pendapatan dari DBHCHT ini, kata Adhy, telah banyak dimanfaatkan untuk pembangunan layanan publik, terutama di sektor kesehatan. Salah satu bentuk nyata adalah pembangunan rumah sakit baru, termasuk di wilayah Pamekasan, serta peningkatan mutu layanan kesehatan di berbagai daerah Jawa Timur.
“Kami juga menggunakan dana ini untuk membiayai BPJS bagi masyarakat miskin. Ini adalah bentuk kehadiran negara di tengah masyarakat, yang sumber dananya berasal dari cukai yang dibayarkan secara sah,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa tingginya nilai cukai ini juga menjadi “godaan” bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pelanggaran dengan memproduksi atau mengedarkan rokok ilegal.
“Karena nilai cukainya besar, ini menarik bagi pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk menyelundupkan produk rokok ilegal. Ini tentu sangat merugikan negara dan pelaku usaha yang patuh. Maka tidak ada kata lain, kegiatan penindakan ini sangat penting dan perlu didukung masyarakat luas,” tegasnya.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH