06 June 2025

Get In Touch

UMKM Beromzet di Bawah Rp10 Juta Bebas Pajak, PAD Kota Malang akan Berkurang Rp4,6 Miliar

(Ilustrasi) UMKM Kota Malang di bidang kuliner. (Santi/Lentera)
(Ilustrasi) UMKM Kota Malang di bidang kuliner. (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Sebanyak 931 pelaku usaha makan dan minum (mamin) beromzet kecil di Kota Malang, diproyeksikan akan bebas dari kewajiban membayar pajak. Akibat kebijakan ini, potensi pendapatan asli daerah (PAD) diperkirakan akan berkurang hingga Rp4,6 miliar.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, menyatakan kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya usaha kuliner. Ia menegaskan, hal tersebut dilakukan selektif. Berdasarkan batas omzet pelaku usaha mamin, yakni minimal Rp10 juta per bulan.

"Jadi kalau omzetnya tidak sampai Rp10 juta per bulan, maka pelaku usaha makan dan minum tidak lagi dikenai pajak. Itu sesuai dengan rencana perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," ujar Handi, Rabu (28/5/2025).

Sebelumnya, sesuai Perda Nomor 16 Tahun 2010 dan Perda PDRD terbaru, batas minimal omzet untuk pengenaan pajak ditetapkan sebesar Rp5 juta per bulan.

Namun, dalam rancangan perubahan perda yang saat ini tengah dibahas, ambang batas tersebut dinaikkan menjadi Rp10 juta per bulan atas inisiatif Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat sebagai bentuk stimulus bagi UMKM.

Handi menambahkan, dampak langsung dari perubahan kebijakan ini adalah pelepasan kewajiban pajak terhadap 931 wajib pajak (WP). Yang selama ini rutin membayar pajak makanan dan minuman.

Untuk memastikan kebijakan ini berjalan tepat sasaran, pihaknya kini tengah melakukan pendataan dan verifikasi ulang secara bertahap.

"Pendataan ini penting. Jangan sampai salah. Kalau sampai ada pelaku usaha yang omzetnya di atas Rp10 juta tapi tidak tercatat sebagai wajib pajak, itu bisa jadi temuan dan merugikan daerah," tegasnya.

Proses verifikasi dilakukan dengan mengecek kembali laporan omzet dari masing-masing usaha, termasuk restoran dan kafe yang beroperasi pada malam hari. Dirinya juga menepis isu yang sempat beredar bahwa Bapenda juga mendata Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk dikenai pajak.

Meski langkah ini dinilai positif untuk mendukung UMKM, konsekuensi ekonomi yang bakal diterima Pemkot Malang cukup besar. Dengan dibebaskannya 931 WP dari kewajiban pajak, Pemkot Malang diperkirakan akan kehilangan potensi PAD sebesar Rp4,6 miliar.

"Otomatis PAD diperkirakan loss potensi Rp4,6 miliar. Data yang ada di kami 931 itu. Tetapi sesuai kebijakan pimpinan, ini bentuk dukungan kepada UMKM yang beromzet kecil," paparnya.

Namun Handi menyebut pihaknya siap mengantisipasi dampak tersebut melalui intensifikasi dan pengawasan terhadap pelaporan omzet. "Kami akan tingkatkan pengawasan dan pastikan pelaporan omzet para WP itu sesuai. Kami juga berharap ke depan makin banyak usaha baru bermunculan, yang bisa menambah pendapatan pajak daerah," kata Handi.

Handi menjelaskan proses pendataan ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Dibutuhkan ketelitian karena setiap pengusaha yang hendak dibebaskan dari pajak harus menandatangani berita acara sebagai bentuk pertanggungjawaban administratif.

"Kalau ada yang omzetnya dilaporkan Rp5 juta, misalnya rumah makan Padang, sebelumnya dia bayar pajak Rp500 ribu. Kalau omzetnya ternyata di bawah Rp10 juta sesuai aturan baru, dia bisa tidak dikenai pajak lagi. Tapi itu semua tetap harus diverifikasi," paparnya.

Ditegaskannya, seluruh kebijakan ini masih menunggu pengesahan perubahan perda. Sambil menunggu, proses administrasi dan validasi terus berjalan. Agar pelaksanaannya nanti tidak menimbulkan persoalan hukum maupun temuan dari lembaga pengawas.


Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.