07 June 2025

Get In Touch

DBHCHT Jadi Andalan Pembangunan Pertanian dan Infrastruktur di Kabupaten Malang

Arsip: Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, Avicenna MS, memanen produksi tembakau di Kecamatan Dampit. (Santi/Lentera)
Arsip: Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, Avicenna MS, memanen produksi tembakau di Kecamatan Dampit. (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Perkembangan pertanian tembakau di Kabupaten Malang berdampak pada Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang menjadi salah satu andalan penopang pembangunan sektor pertanian dan infrastruktur di derah ini.

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, Avicenna Medisica, menyebut pada tahun 2025 ini, lahan pertanian tembakau di Kabupaten Malang telah mencapai 900 hektare, tersebar di 31 dari 33 kecamatan. Angka ini meningkat tajam dibanding awal 2024, yang hanya mencakup 800 hektare di 25 kecamatan.

Sedangkan, pada tahun 2025, Kabupaten Malang mengantongi alokasi DBHCHT sebesar Rp158 miliar yang sebagian besar difokuskan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau serta membangun infrastruktur penunjang pertanian.

Avicenna  menyebutkan DBHCHT menjadi andalan dalam mendukung program pembangunan pertanian, terutama tembakau. Dari total dana tersebut, sebesar Rp57,1 miliar dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat, dan DTPHP mendapatkan alokasi Rp19,7 miliar.

"Sesuai komitmen Pak Bupati dan Ibu Wakil Bupati Malang, pembangunan di sektor pertanian dan perkebunan terus jadi prioritas. DBHCHT ini sangat diharapkan karena bisa mengatasi keterbatasan APBD kita," ujar Avicenna, Senin (26/5/2025)

Avicenna juga menyebutkan, pada tahun 2024 lalu, telah terdapat 101 kelompok tani dengan total 1.256 petani binaan yang terlibat dalam program ini.

"Kami mendorong budidaya tembakau berbasis kawasan. Tetapi juga kami tengah fokus mengembangkan diversifikasi tanaman. Jadi saat musim tembakau berakhir, petani bisa menanam komoditas lain seperti jagung atau cabai untuk mengurangi risiko kerugian akibat perubahan cuaca," imbuhnya.

Avicenna juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD). Terutama dalam penguatan pasca panen dan konektivitas dengan industri rokok yang masih berkembang di wilayah Malang Raya, khususnya Kabupaten Malang.

Dampak positif DBHCHT ini juga dirasakan di lapangan. Ketua Kelompok Tani Barokah I, Wasidi, dari Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, menyampaikan tembakau menjadi pilihan utama petani karena potensi ekonominya yang lebih tinggi dibanding tanaman lain.

"Setiap hektare bisa menghasilkan 16–18 ton daun tembakau basah dengan harga Rp 3.500 per kilogram. Kalau diolah jadi tembakau kering, hasilnya sekitar 1,8 ton per hektare, tapi harganya bisa mencapai Rp 40 ribu per kilogram," ungkapnya.

Meski pengelolaan tembakau memiliki tantangan, terutama terkait cuaca, Wasidi menyebut tembakau tetap menjadi pilihan unggulan petani. "Penanamannya mudah dan bisa ditumpangsarikan. Teman-teman petani lain juga antusias ikut menanam," tambahnya.

Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Malang, Mahrus Ali, menilai kontribusi DBHCHT sangat signifikan terhadap pembangunan daerah. Salah satu yang paling terlihat adalah perbaikan akses jalan menuju sentra industri dan lahan pertanian tembakau.

"Jalan-jalan yang dulu tidak tertangani APBD, sekarang sudah dibangun dari DBHCHT. Masyarakat sudah kami beri pemahaman bahwa pembangunan ini adalah hasil dari cukai rokok," kata Mahrus.

Ia menambahkan, kebermanfaatan DBHCHT di Kabupaten Malang dapat terus ditingkatkan jika pemerintah mampu menjaga akuntabilitas program dan melibatkan kelompok tani secara aktif dalam setiap prosesnya.

"Selama ini masyarakat sudah kami berikan informasi, pemahaman, bahwasanya jalan ini merupakan salah satu jalan yang dibangun dari DBHCHT. Jadi sudah sangat dirasakan langsung oleh masyarakat," pungkasnya. (*)

Reporter: Santi Wahyu
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.