Anggota Komisi E DPRD Jatim Ingatkan Evaluasi Vaksinasi TBC, Harus Gratis dan Tepat Sasaran

SURABAYA (Lentera) – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, dr. Benjamin Kristianto menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan vaksinasi TBC di Indonesia, menyusul rencana uji klinis vaksin TBC oleh yayasan milik Bill Gates yang menggandeng Indonesia sebagai salah satu lokasi uji coba.
Menurut Benjamin, tingginya angka kematian akibat TBC menunjukkan ada celah serius dalam efektivitas program vaksinasi sebelumnya, termasuk vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG) yang selama ini diberikan kepada bayi.
“Logikanya, kalau sejak lahir sudah divaksin, mestinya angka TBC turun. Tapi kenyataannya masih tinggi. Ada yang salah dalam rantai pelaksanaan vaksinasi kita,” ungkap Benjamin, Kamis (15/5/2025).
Politisi Gerindra tersebut menegaskan bahwa keberhasilan vaksinasi tidak hanya ditentukan oleh kualitas vaksin, tapi juga oleh rantai penyimpanan dan teknik pemberian yang tepat.
“Vaksinnya bagus, tapi disimpan di kulkas rusak, ya percuma. Atau cara suntiknya salah, ya hasilnya tidak maksimal. Jadi bukan cuma vaksinnya yang diuji, tapi seluruh sistem pendukungnya harus dievaluasi,” paparnya.
Benjamin menyambut baik istilah uji klinis yang digunakan dalam program ini, karena menurutnya hal itu bisa membuka ruang koreksi terhadap kegagalan program terdahulu.
“Uji klinis ini penting, bukan sekadar coba-coba, tapi untuk tahu titik lemahnya di mana: distribusinya, penyimpanannya, atau teknis di lapangan,” katanya.
Lebih lanjut, Benjamin menekankan bahwa vaksin TBC seharusnya diberikan secara gratis kepada masyarakat sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam penanggulangan penyakit menular.
“Ini penyakit menular, dan menyangkut keselamatan publik. Maka vaksin harus gratis, tidak boleh dibebankan ke masyarakat,” tegasnya.
Ia juga mendukung penuh program Medical Check-Up (MCU) gratis dari Presiden Prabowo, terutama dalam momentum ulang tahun warga, untuk mendeteksi secara dini penyakit paru-paru, termasuk flek TBC.
“MCU gratis itu ide bagus, bisa jadi alat deteksi dini. Kalau masyarakat rutin diperiksa, maka kasus TBC bisa ditekan sebelum jadi berat,” ujarnya.
Benjamin juga menyoroti adanya aplikasi pendeteksi TBC yang telah dikembangkan di Jawa Timur, namun belum optimal digunakan karena rendahnya literasi digital dan kurangnya kejujuran masyarakat dalam mengisi data kesehatan.
“Masalahnya bukan pada teknologinya, tapi apakah masyarakat tahu cara pakainya dan berani jujur. Banyak yang takut ngaku batuk karena takut dibawa ke rumah sakit,” katanya.
Ia mengajak masyarakat lebih terbuka karena TBC adalah penyakit yang bisa diobati dan dicegah.
“Kalau orang jujur, bisa diobati. Kalau dia kena, kita bisa cegah keluarganya supaya tidak ikut tertular. Tapi kalau disembunyikan, ya makin parah,” pungkas Benjamin.
Reporter: Pradhita/Editor: Ais