
JAKARTA (Lentera) - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, membebarkan adanya praktik korupsi mencapai Rp 109 miliar dalam program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) atau 'bedah rumah' di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
"BSPS juga kami sampaikan, kami menemukan penyalahgunaan BSPS dalam jumlah yang besar, Rp 109 miliar di Sumenep. Dan sekarang sudah masuk ke dalam proses hukum," ujar menteri yang akrab disapa Ara ini dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, Rabu (30/4/2025).
Ara menegaskan pentingnya memperkuat sistem pengawasan dana APBN, bekerja sama dengan lembaga legislatif. Ia berharap peristiwa ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem ke depan.
"Saya yakin ini akan jadi pelajaran baik ke depan, jadi satu kabupaten (ada korupsi besar) begitu. Sekarang kita punya anggaran Rp 850 miliar, jadi nanti kita bangun sistem pak Ketua (Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus). Yang penting bagaimana teman-teman juga sesuai aturan, bagaimana juga memperhatikan konstituen," jelasnya dikutipdari cnbcindonesia.
Menurut data Kementerian PKP, anggaran program BSPS di seluruh Indonesia mencapai 445,81 miliar untuk 22.258 penerima. Sumenep menjadi salah satu penerima terbesar dengan anggaran Rp 109,80 miliar untuk 5.490 unit rumah.
Menurut Ara, jajarannya telah terjun ke lapangan untuk mengumpulkan informasi dan bukti terkait dugaan penyalahgunaan bantuan yang akrab disebut bedah rumah itu.
"Ada satu rumah dapat tiga (bantuan BSPS), jadi itu kan pasti salah Pak Ketua (Komisi V DPR RI), nggak mungkin dong satu keluarga di dalamnya dapat (bantuan) tiga," tandasnya.
Dilansir dari Kompas.com, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian PKP, Heri Jerman, telah melaporkan adanya dugaan pemotongan dana program BSPS Tahun 2024 kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Laporan tersebut dilakukan setelah Irjen PKP melakukan sidak dan serangkaian penyelidikan, serta menemukan 18 temuan penyimpangan, baik di wilayah daratan maupun kepulauan.
"(Tim) tiga kali ke Sumenep mencari data dan fakta untuk mendapatkan kebenaran informasi, dan hari ini kami laporkan," kata Heri di Kejari Sumenep, pada Senin (28/4/2025).
Heri menambahkan, Kabupaten Sumenep menjadi salah satu penerima program BSPS terbesar dengan anggaran Rp 109,80 miliar untuk 5.490 unit rumah.
"Kami turun ke lapangan. Mekanisme yang seharusnya dijalankan ternyata tidak sepenuhnya dijalankan. Kami menyimpulkan adanya beberapa penyimpangan," tandasnya.
Penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan tersebut antara lain bantuan salah sasaran, upah pekerja tidak dibayarkan, hingga kondisi bangunan yang tidak sesuai dengan yang dilaporkan.
Selain itu juga ditemukan adanya pembayaran ke toko dilakukan secara tunai oleh kepala desa, bukan transfer uang dari rekening penerima bantuan. Namun, tetapi penerima bantuannya diminta tanda tangan slip penarikan kosong.
Kemudian juga ada penemuan rumah mewah yang justru menerima bantuan. Selain itu, lokasi pelaksanaan program pun tidak sesuai dengan hasil verifikasi yang semestinya.
Terungkap juga pola pelaksanaan program yang menyerahkan pengerjaan kepada pihak tertentu, di mana penerima bantuan hanya tinggal menerima rumah jadi.
Nota pembelian bahan bangunan pun terindikasi fiktif dengan item yang sama untuk semua kasus, serta ada aliran dana ratusan juta rupiah dari pemilik toko bahan bangunan ke rekening pribadi.
Kepala Kejri Sumenep, Sigit Waseso, mengatakan akan segera mempelajari dan menindaklanjuti laporan ini.
"Pak Irjen (Kementerian PKP) sudah memberikan adanya peristiwa pidana di awal, jadi kami akan menindaklanjuti berikutnya dengan langkah-langkah baik penyelidikan maupun penyidikan untuk memperjelas atau membuat terang suatu perkara," tutupnya. (*)
Editor : Lutfiyu Handi
Berbagai Sumber