
SURABAYA (Lentera) – Insiden kekerasan dalam turnamen futsal pelajar di SMP Labschool Unesa 1 Surabaya memicu reaksi keras dari Asosiasi Futsal Provinsi (AFP) Jawa Timur. Sekretaris Jenderal AFP Jatim, Azhar Kahfi mengecam keras dan meminta diproses secara hukum atas aksi seorang pelatih yang juga guru SD yang membanting siswa hingga mengalami retak tulang ekor usai pertandingan.
Kahfi juga menegaskan penyelenggara turnamen harus bertanggung jawab penuh atas insiden ini, dan meminta agar pelatih pelaku kekerasan segera diproses hukum. Federasi pun akan mendorong DPRD dan pihak berwenang untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.
Seperti diketahui, seorang pelatih futsal berinisial BAZ yang juga guru di SDN Simolawang, membanting siswa MI Al Hidayah berinisial BAI setelah laga futsal pada Minggu (27/4/2025). Akibat kejadian itu, korban mengalami retak tulang ekor dan kini masih dalam perawatan medis.
“Ini perbuatan yang tidak terpuji. Baik secara pribadi maupun sebagai federasi, saya mengutuk keras tindakan ini. Penyelenggara lalai karena tidak melakukan koordinasi dengan Asosiasi Futsal Kota Surabaya maupun kami di tingkat provinsi,” tegas Kahfi, Selasa (29/4/2025).
Kahfi menjelaskan, sebuah turnamen olahraga, termasuk di tingkat pelajar, wajib memenuhi sejumlah standar, seperti adanya izin kepolisian, perangkat pertandingan resmi, wasit tersertifikasi, dan pelatih yang berlisensi. Menurutnya, turnamen tersebut diadakan secara serampangan tanpa memenuhi prosedur dasar.
“Pelatih yang melakukan kekerasan juga tidak memiliki lisensi. Ini tidak akan terjadi jika penyelenggara sejak awal berkoordinasi dengan federasi,” jelasnya.
Sebagai anggota Komisi A DPRD Surabaya dari Fraksi Gerindra, Kahfi juga menyoroti maraknya turnamen pelajar di Surabaya yang digelar tanpa melibatkan asosiasi resmi, sehingga rentan melanggar regulasi.
Untuk itu, ia mendorong Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) serta Dinas Pendidikan (Dispendik) agar lebih aktif mengedukasi penyelenggara mengenai pentingnya melibatkan federasi resmi dalam setiap pelaksanaan event olahraga.
“Kalau federasi dilibatkan, kami bisa menurunkan pengawas pertandingan, wasit tersertifikasi, bahkan membantu pengamanan melalui koordinasi dengan kepolisian. Sebenarnya sederhana, hanya butuh komunikasi dan ketertiban administrasi,” tuturnya.
“Anak-anak seharusnya tumbuh melalui olahraga, bukan menjadi korban kekerasan. Jangan sampai mereka trauma dan kehilangan semangat bertanding karena peristiwa semacam ini,” pungkasnya. (*)
Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi