
SURABAYA (Lentera) – Per 1 Januari 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memperoleh keuntungan bagi hasil pajak PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur sebesar Rp1,6 Miliar melalui option cost sharing.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Baktiono menekankan dana tersebut harus dikawal secara transparan. Pasalnya, dana itu bersumber dari kontribusi masyarakat yang selama ini membayar pajak kendaraan, utamanya kendaraan dengan plat nomor L.
“Kalau kita menerima Rp1,6 M sejak Januari, kita harus tahu dulu berapa jumlah kendaraan plat L yang memang milik warga Kota Surabaya,” kata Baktiono ketika diremui di ruangannya, Selasa (15/4/2025).
Ia menuturkan, jika data jumlah kendaraan plat L baik roda dua, roda empat, kendaraan umum, hingga kendaraan mewah harus dimiliki secara detail oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya.
Tujuannya, agar pemkot bisa menghitung potensi pajak sekaligus memastikan dana bagi hasil yang diterima benar-benar proporsional.
“Selama ini masyarakat sering salah paham. Mereka mengeluhkan jalan rusak, minta jalan ditinggikan, minta bangunan diperbaiki, tapi menyampaikannya ke pemkot. Padahal uang pajak itu masuknya ke provinsi dulu,” jelasnya.
Politisi dari PDI Perjuangan ini menyebut, selama ini Pemkot sudah banyak membangun infrastruktur, termasuk jalan hingga kampung-kampung, saluran air, dan jalan protokol. Tapi masyarakat belum melihat secara langsung kaitan antara pajak yang dibayar dan manfaat yang diterima.
“Kalau data jumlah kendaraan dan nilai pajaknya dibuka ke publik, masyarakat bisa tahu berapa yang masuk ke provinsi, dan berapa yang dikembalikan ke pemkot. Ini akan memperkuat fungsi kontrol publik,” tutupnya. (*)
Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi