Kisah Perjalanan Mualaf di Masjid Raden Patah UB, Selama Ramadan 1446 H Dua Orang Mantap Ikrarkan Syahadat

MALANG (Lentera) - Masjid Raden Patah (MRP) Universitas Brawijaya (UB) menjadi saksi perjalanan spiritual, dua individu yang mantap mengikrarkan syahadat selama Ramadan 1446 Hijriah. Seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UB, serta seorang warga negara asing (WNA) asal Cina memilih menjadi mualaf setelah melalui perjalanan spiritual yang cukup panjang.
Koordinator Mualaf Center UB, Sugeng Santoso mengungkapkan selama Ramadan 1446 H kemarin, dua orang telah mengikrarkan syahadat di MRP UB. Salah satunya adalah mahasiswa FEB UB yang baru saja menyelesaikan yudisium. Ia berasal dari keluarga penganut Hindu dan memutuskan menjadi muslim dengan restu orangtuanya.
"Mualafnya atas dukungan orangtuanya juga, latar belakangnya dari agama Hindu, kemudian izin sama orangtuanya dan diizinkan selama nanti bisa menjaga ibadahnya," ujar Ustad Sugeng, dikonfirmasi melalui sambungan selular, Jumat (4/4/2025).
Sementara itu, mualaf kedua adalah seorang WNA asal Cina. Kisahnya bermula dari perkenalan dengan seorang alumni Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UB yang bekerja di pertambangan nikel di Maluku.
Keduanya bekerja di perusahaan yang sama dan sering berinteraksi, hingga akhirnya tumbuh ketertarikan terhadap Islam.
"Setelah cukup lama mengenal Islam, pria asal Cina ini akhirnya merasa mantap untuk masuk Islam. Ia bersama pasangannya terbang dari Maluku ke MRP UB untuk berikrar syahadat, yang kemudian besoknya dilanjutkan dengan akad nikah di MRP," jelasnya.
Sugeng menuturkan, selama Ramadan di tahun-tahun sebelumnya, tidak ada yang mengikrarkan syahadat di MRP UB. Namun demikian, di luar bulan Ramadan, jumlah mualaf yang mengucapkan syahadat di masjid ini cukup banyak.
"Tren mualaf melalui MRP UB cukup tinggi dari tahun ke tahun. Tidak hanya dari sivitas akademika UB, tetapi juga dari masyarakat umum," katanya.
"Kami pernah mendampingi seorang ibu yang ingin menikah dengan WNA dan memilih bersyahadat di MRP UB. Ada juga mualaf dari Belanda, Jerman, dan Malaysia yang mendapatkan informasi tentang Mualaf Center UB dari mahasiswa," sambungnya.
Bahkan menurutnya, beberapa mahasiswa dari kampus lain yang masih memeluk agama lain juga datang untuk berkonsultasi mengenai Islam. Sebagian dari mereka mengungkapkan keinginan untuk masuk Islam, tetapi masih mencari waktu yang tepat untuk menyampaikan keputusan tersebut kepada keluarga.
Lebih lanjut, sebagai pusat pembinaan mualaf, MRP UB tidak hanya menjadi tempat mengikrarkan syahadat, tetapi juga memberikan bimbingan bagi mereka yang baru mengenal Islam.
"Sebelum kami mengikrarkan, kami jelaskan dulu apa itu islam. Kemudian apa konsekuensi dari ikrar syahadat itu, ibadahnya nanti seperti apa, kami tanyakan apakah ada paksaan atau tidak. Karena dalam islam atau agama apapun itu tidak ada paksaan untuk meyakininya," tuturnya.
Setelah resmi menjadi mualaf, mereka akan dimasukkan ke dalam grup alumni Mualaf Center UB. Grup ini menjadi wadah untuk berbagi ilmu, diskusi, serta mendapatkan materi penguatan akidah.
"Pendampingan kami tidak bersifat tatap muka secara rutin karena sebagian besar mualaf berasal dari luar kota atau luar negeri. Namun, kami aktif berkomunikasi melalui grup alumni dan menyediakan berbagai materi pembelajaran dalam bentuk video dan tulisan," katanya.
Selain itu, setiap tahun Mualaf Center UB mengadakan temu alumni, di mana para mualaf yang pernah bersyahadat di MRP UB bisa berkumpul, berbagi pengalaman, dan mendapatkan bimbingan tambahan.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais