21 April 2025

Get In Touch

Refleksi Tragedi Kudatuli, Bambang DH : Alat Negara Tak Boleh Lagi Dipakai Sebagai Alat Kekuasaan

Refleksi Tragedi Kudatuli, Bambang DH : Alat Negara Tak Boleh Lagi Dipakai Sebagai Alat Kekuasaan

Surabaya- Tanggal 27 Juli 24 tahun lalu, suasana Jakartamencekam. Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) diambil alih paksa lewatpertumpahan darah. Peristiwa yang dikenal sebagai Kudatuli (Kerusuhan Dua PuluhTujuh Juli) ini adalah salah satu peristiwa terkelam dalam sejarah demokrasiIndonesia.

Orde Baru di bawah Soeharto dinilai mengekang kebebasandemokrasi rakyat Indonesia. Sementara itu, Soerjadi di PDI juga merupakan‘boneka’ pemerintah orde baru, sehingga warga terutama massa pro-Mega bergolak melawan.Megawati sebagai Putri Presiden pertama Indonesia, Soekarno kala itu berhasilmenjadi pengobar semangat, bahkan ‘ruh’ perjuangan agar Indonesia menjadinegara demokratis.

 “Tragedi 27 Julicontoh praktik kekuasaan yang frustasi menghadapi arus bawah/rakyat. Kekerasanselalu dianggap menjadi solusi bagi kekuasaan. Dalam alam demokrasi yangmenjunjung tinggi penghargaan terhadap HAM, praktik seperti ini tidak bolehterjadi lagi,” ujar Anggota Komisi III, DPR RI, Bambang DH saat dikonfirmasiSenin (27/7).

Dia menambahkan, peristiwa Kudatuli harus diketahui dandipahami oleh semua generasi bangsa, terutama kalangan milenial. Tragedi inibukan sekadar perjuangan Pro-Mega tapi juga perjuangan semua lapisan masyarakatyang sudah jengah dengan kediktatoran orde baru. Sabtu Kelabu juga menjaditonggak dimulainya reformasi politik dan kebebasan demokrasi di Indonesia.

“Ini harus menjadi pelajaran bagi kita saat ini dangenerasi-generasi mendatang. Jangan pernah alat negara digunakan sebagai alatkekuasaan. Bisa ambruk negara ini kalau hal itu dilakukan. Beruntung saatKudatuli terjadi semua elemen masyarakat, tidak hanya promega, tapi jugamahasiswa,ormas dan warga biasa bersatu padu melawan rezim orde baru,” ujarnya.

Bambang DH juga mendesak Pemerintah segera menuntaskan kasuspelanggaran berat ini. Jalan panjang memang ditempuh oleh PDIP untukmenjernihkan peristiwa ini. Sebab hingga kini para pelaku penyerbuan masihbebas berkeliaran. Terkesan ‘dilindungi’ oleh hukum.

“Kudatuli adalah kasus pelanggaran HAM berat  masa lalu yang harus dituntaskanpenyelidikannya.Harus diadili sesuai dengan ketentuan UU No 26 Tahun 2000tentang Pangadilan HAM,”katanya.

Untuk diketahui, meletusnya Kudatuli di Jakarta merembet kedaerah-daerah termasuk Surabaya. Bambang DH menjadi salah satu komando pro-Megadi Jatim. Pada Minggu tanggal 28 Juli 1996 Posko ProMeg Jatim di JalanPandegiling, Surabaya dikepung oleh tentara. Saat itu Bambang DH sempatdisandera dan baru dibebaskan setelah campur tangan Cak Roes (Pejuang "45)

Sementara itu, menurut data saat Komnas HAM dipimpin olehbekas Menteri Agama Munawir Sjadzali, diungkap data peristiwa Kudatuli memakankorban 5 orang tewas, 149 luka-luka, dan 23 orang hilang. Laporan lembaga yangitu mencurigai keterlibatan langsung pemerintah.

Banyak pihak yang terlibat dan saat ini masih bebasmenghirup udara segar. Laporan Akhir Komisi Hak Asasi Manusia Tahun 1996menyebut pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh Kasdam JayaBrigjen Susilo Bambang Yudoyono.Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky AnwarMakarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso dan Alex Widya Siregjar. Dalamrapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan penyerbuan atau pengambilalihanKantor DPP PDI oleh Kodam Jaya. Soesilo Bambang Yudhoyono yang saat itu KasdamJaya juga patut diduga terlibat dalam Peristiwa 27 Juli.

 “Meski hingga saatini belum juga ada angin segar penuntasan kasus Kudatuli, kami percaya masihada niat baik dari Komnas HAM dan negara untuk menuntaskan kasus ini juga,”ujarnya.

Sebab dengan penuntasan kasus ini, Bambang DH yakin, bukanhanya para korban dan keluarga korban Kudatuli yang lega, tapi negara juga akanmendapatkan energi positif. Sebab, secara otomatis langkah penuntasanpelanggaran HAM ini akan menghapus preseden buruk bagi penegakan hukum dandemokrasi di Indonesia.(ist)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.