
JAKARTA (Lenteratoday) - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam menyatakan rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025, semakin memukul mundur kondisi perekonomian masyarakat.
"Rencana kenaikan PPN sangat menghimpit masyarakat, kebijakan ini akan memukul mundur daya beli masyarakat yang saat ini dihadapkan pada berbagai tekanan perekonomian," kata Ecky kepada wartawan, Selasa(14/5/2024).
Menurutnya sikap pemerintah yang bersikukuh menaikkan PPN, kontraproduktif dengan kondisi daya beli masyarakat saat ini. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir merupakan tahun tersulit yang dihadapi masyarakat. Ia mencontohkan berbagai macam guncangan, yang mengakibatkan pendapatan mereka tergerus karena gejolak perekonomian.
"Survei konsumen yang dilakukan oleh BI menunjukkan, bahwa rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan paling dalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta - Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta - Rp 5 juta. Ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat semakin terpukul," ungkap Ecky.
Ia menambahkan pukulan terhadap daya beli masyakarat juga ditunjukkan dengan konsumsi yang belum cukup mampu, mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada triwulan I. Terbaru konsumsi rumah tangga hanya tumbuh di 4,91 persen, angka ini berada di bawah level pertumbuhan ekonomi nasional.
"Padahal, triwulan I memiliki beberapa momentum penting untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi, seperti momen ramadhan dan Lebaran. Nyatanya, daya beli justru sedang terpukul," ucap Ecky.
Dijelaskan pula bahwa PPN dominan dalam struktur penerimaan perpajakan, demikian halnya dengan PPN impor yang cukup besar. Dengan mayoritas bersumber dari dalam negeri berupa konsumsi masyarakat, kenaikan tarif PPN tidak hanya akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat Melainkan juga meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional.
"Kita bisa melihat bagaimana penerimaan pajak utama seperti PPN pada triwulan I-2024, menurun sekitar 24,8 persen. Padahal, porsi PPN ini dominan terhadap struktur penerimaan perpajakan. Secara sektoral, pajak yang bersumber dari sektor industri juga turun sebesar 14,6 persen. Demikian halnya dengan perdagangan yang pada triwulan ini turun sekitar 0,74 persen," kata Ecky
Dampak kenaikan PPN pada jangka panjang, lanjutnya justru akan melemahkan daya saing dan profit industri. Daya beli yang tergerus akibat kenaikan PPN, justru memiliki peran terhadap penurunan penjualan oleh industri. Dampaknya adalah penjualan tergerus dan menekan output produksi secara agregat.
"Di sisi lain, kenaikan ini juga akan mengganggu daya saing industri dalam negeri dan menggerus ekspor," katanya.
Sejak awal, PKS disebutkan Ecky menolak kenaikan PPN dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). PKS melihat bahwa kenaikan PPN, hanya akan memberatkan daya beli dan ekonomi masyarakat.
Terakhir, Ecky berpesan agar pemerintah dapat mempertimbangkan lagi dampak kenaikan ini. Menurutnya kondisi masyakarat dan industri saat ini sedang menghadapi tantangan yang tidak mudah, akibat gejolak perekonomian. Ia mendesak agar pemerintah dapat mendorong keadilan pajak dan memperbaiki administrasi perpajakan.
"Saya mendorong agar pemerintah dapat lebih disiplin dalam menerapkan administrasi perpajakan, utamanya dalam menjaga adanya kebocoran restitusi pajak. Selain itu saya menekankan pentingnya soal keadilan pajak," tutup Ecky Mucharam.
Reporter:Sumitro/Editor:Ais