
SURABAYA (Lenteratoday) - Setiap 22 April diperingati sebagai Hari Bumi Internasional yang bukan sekadar selebrasi, melainkan sebuah momentum untuk melakukan refleksi atas keserakahan manusia dalam mengeksploitasi bumi.
Disampaikan Ketua Departemen Prodi Hubungan Internasional FISIP Unair, Dr Phill Siti Rokhmawati Susanto SIP MIR bahwa Hari Bumi menjadi peringatan yang sangat penting.
Menurut perempuan yang mempunyai latar belakang pendidikan di bidang Environmental Studies ini mengungkapkan, Hari Bumi merupakan momen yang tepat bagi umat manusia untuk merenungkan perbuatan termasuk keserakahannya terhadap bumi yang sudah tua ini.
“Kita hanya punya satu bumi yang sudah berumur sangat tua. Bukan lagi saatnya Hari Bumi hanyalah sebatas peringatan, simbolisasi atau selebrasi semata. Perlu adanya gerakan yang lebih substantif sebagai upaya yang lebih serius untuk menjaga bumi. Penjagaan tersebut, termasuk menjaga bumi dari kerusakan, keserakahan manusia dan antroposentris yang membuat kepentingan manusia berada di atas segalanya,” kata Irma, Senin (22/4/2024).
Selain itu, Irma mengimbau bahwa menjaga keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam harus menjadi bagian dari kesadaran manusia. Alih-alih berfokus pada eksploitasi, manusia dapat menerapkan eksplorasi berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan bumi.
Pasalnya, manusia saat ini terjebak dalam pola pikir untuk mendapatkan kepuasaan maksimal dari kekayaan bumi, tanpa peduli dampak buruknya. "Keserakahan manusia inilah yang memberikan dampak buruk bagi bumi dan alam di dalamnya. Eksploitasi berlebihan dalam rangka pemenuhan kepuasan manusia menjadi sumber dari segala permasalahan bagi bumi," ucapnya.
Irma mengungkapkan, jika tata kelola negara memiliki peran terpenting dalam menjaga kelestarian bumi. Selain itu, dukungan dari masyarakat sipil, perusahaan nasional, perusahaan internasional dan tatanan lain yang saling bersinergi.
“Negara memiliki otoritas untuk mengontrol mereka yang memanfaatkan bumi. Otoritas negara bisa menentukan dan menjamin keamanan ekologis yang ada di negara tersebut. Setelah otoritas negara menjadi kuat, aktor-aktor pendukung lainnya akan berkolaborasi bersama menjaga bumi,” ujarnya.
Ia mencontohkan terkait keserakahan manusia terhadap alam dapat dilihat dari kasus mega korupsi timah yang baru baru ini terjadi. “Salah satu kasus yang membuktikan keserakahan manusia ya yang Rp 271 triliun kemarin itu. Otoritas negara tidak kuat dalam melawan kekuatan uang yang akhirnya juga merugikan lingkungan. Oleh karena itu, apapun posisi dan kemampuan kita, kita harus berkontribusi terhadap pelestarian bumi. Sekali lagi, bumi hanya ada satu,” tukasnya.
Reporter:Amanah(mg)/Editor:Ais