20 April 2025

Get In Touch

Antropolog Unair Beberkan Sejarah dan Nilai Tradisi Patrol Sahur Ramadan

Ilustrasi patrol sahur (pixabay)
Ilustrasi patrol sahur (pixabay)

SURABAYA (Lenteratoday) - Patrol sahur menjadi salah satu tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia saat Ramadan tiba.Lantas, bagaimana tradisi tersebut bermula?

Menjawab hal itu, Antropolog Universitas Airlangga (Unair) Djoko Adi Prasetyo Drs MSi mengatakan, 
berdasar sejarahnya, patrol sahur merupakan bentuk inovasi budaya untuk membangunkan sahur yang dimiliki oleh bangsa Arab. 

Selain itu, patrol sahur dianggap sebagai sebuah kesenian musik rakyat yang bersifat ritmis dan tanpa peralatan diatonik (seperti piano, seruling, harmonika).

“Penduduk di sekitar Mekkah memiliki kelompok-kelompok yang bertugas untuk membangunkan orang makan sahur. Bersenjata lentera dan gendang, mereka berkeliling ke sudut kota sambil meneriakkan bahwa waktu sahur telah tiba,” kata Djoko, Rabu (20/03/2024).

Dosen kebudayaan Islam dan klasik Indonesia Unair ini menuturkan, jika tradisi patrol sudah muncul sejak zaman Rasulullah. Pada zaman itu masyarakat menggunakan adzan sebagai pengingat waktu sahur karena terbatas alat dan teknologi saat itu.
“Di zaman Nabi Muhammad, belum ada pengeras suara atau alat yang dapat digunakan untuk membangunkan sahur. Karena itu, cara yang dipakai sangat sederhana, yaitu dengan mengumandangkan adzan,” tuturnya.
Setelahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat tradisi patrol mulai menggunakan alat-alat seperti gendang untuk menghasilkan bunyi. Dari situlah tradisi tersebut menyebar hingga ke Indonesia dan beradaptasi di setiap daerahnya.
“Di Sulawesi, tradisi beduk sahur dinamakan Dengo-dengo, sedangkan di Jawa Barat disebut Ubrug-ubrug. Ini adalah tradisi sahur yang paling umum dilakukan di Indonesia,” ungkapnya.
Ia juga menyebut, jika mitosnya patrol sahur berawal dari kebiasaan dalam memanggil burung merpati yang dipelihara. 

“Empunya memukul kentongan yg berbunyi tuk..tuk…tuk. Nah, dari situlah muncul musik patrol yang alatnya terbuat dari kayu menyerupai kentongan, namun pendek," sebutnya.
Terkait nilai yang terkandung, Djoko mengungkapkan jika patrol sahur mengandung tiga nilai. Yakni, nilai tanggung jawab sosial, bentuk interaksi sosial, dan solidaritas. Tanggung jawab sosial berarti masyarakat secara kolektif memiliki tanggung jawab untuk saling mengingatkan waktu sahur.
“Dalam patrol sahur, tentu dilaksanakan secara berkelompok. Maka terdapat interaksi sosial di dalamnya. Nilai solidaritas sebagai umat muslim untuk mengingatkan sahur dan menjalankan puasa sebagai umat yang taat dalam beragama,” tukasnya.

Reporter: Amanah Nur Asiah (mg)/ Editor: widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.