
MALANG (Lenteratoday) - Anggota Bawaslu RI Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Totok Hariyono mengungkapkan, lebih dari 1000 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Indonesia berpotensi melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Menurutnya, Papua menjadi daerah yang terbanyak yang berpotensi PSU, disusul oleh Sulawesi Selatan.
"Kalau yang 2000 an lebih itu total pelanggaran semuanya. Yang paling banyak PSU itu ada di Papua, kemudian kedua di Sulawesi Selatan. Alasannya sama, artinya PSU itu kan terjadi kalau ada pemilih yang melebihi 2 tempat, atau yang memilih lebih dari 2 kali. Sehingga tidak sama dengan jumlah surat suara atau Daftar Pemilih Tetap (DPT)/Daftar Pemilih Tambahan (DPTb)/dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang ada di masing-masing TPS," ujar Totok, ditemui usai meninjau pelaksanaan PSU di TPS 037 Lowokwaru Malang, Sabtu (24/2/2024).
Totok menambahkan, secara akumulasi, banyaknya data PSU di seluruh Indonesia belum dapat dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilu 5 tahun sebelumnya yakni di tahun 2019 lalu. Pasalnya, Totok menyebut hingga saat ini data masih terus berkembang dan terus diperbarui oleh panitia penyelenggara pemilu di masing-masing wilayah.
Lebih lanjut, Totok juga menyebutkan terdapat 69 TPS yang melaksanakan PSU di Provinsi Jawa Timur, yang tersebar di 14 Kabupaten/Kota. "Ya PSU itu kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena casenya ini beda-beda. Semua upaya sosialisasi juga sudah disampaikan oleh KPU. Kalau ada kesalahan, ya mungkin bisa terjadi. PSU ini kan bagian dari kita untuk mencari kebenaran dan kita harus menghargai semua itu," tambah Totok.
Dalam konteks tersebut, Totok menegaskan bahwa PSU sejatinya penting dilakukan, guna mengungkap dugaan-dugaan pelanggaran yang menjadi temuan Pengawas TPS (PTPS) selama proses Pemilu berlangsung pada 14 Februari 2024 lalu. "Justru kalau tidak ada PSU, itu kebenaran tidak akan terungkap. Dugaan-dugaan pelanggaran, dengan PSU ini bisa menepis pelanggaran itu. Ya kita berupaya semaksimal mungkin melakukan sosialisasi yang terbaik," lanjutnya.
Disinggung terkait adanya potensi ketidakcocokan data usai dilakukannya PSU ini, Totok menegaskan hal tersebut akan ditindaklanjuti oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki wewenang untuk menangani sengketa hasil Pemilu. Menurutnya, jika memang terdapat sengketa terkait potensi PSU atau masalah pemilu lainnya, pihak yang terlibat dapat mengajukan kasus ke MK untuk diperiksa dan diputuskan.
Sebagai informasi, KPU dijadwalkan akan mengumumkan hasil rekapitulasi suara secara nasional, antara 15 Maret hingga maksimal 20 Maret 2024 mendatang. Di mana apabila mengacu pada Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, MK akan membuka pendaftaran keberatan terhadap hasil tersebut.
Terkait hal ini, pengajuan keberatan atas hasil rekapitulasi suara pemilu presiden dan wapres, dapat digelar 3 hari usai penetapan rekapitulasi suara.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH