20 April 2025

Get In Touch

Sengketa Lahan Minyak di Kawasan Afrika Sebabkan 37 Jiwa Melayang

Anggota medis dari Batalyon UNISFA Pakistan memberikan perawatan dan obat-obatan kepada masyarakat setempat di Um Khae, Abyei (UN News)
Anggota medis dari Batalyon UNISFA Pakistan memberikan perawatan dan obat-obatan kepada masyarakat setempat di Um Khae, Abyei (UN News)

JUBA (Lenteratoday) -Tiga puluh tujuh jiwa melayang selama akhir pekan dalam perselisihan yang diduga akibat sengketa lahan sumber minyak di Abyei. Seorang pejabat pada hari Minggu (4/2/2024) berkata jika pertumpahan darah terjadi seminggu setelah 52 orang tewas dalam sengketa tanah di wilayah yang sama.

Menteri Informasi Abyei, Bolis Koch, menyatakan bahwa pertempuran kini meluas di kabupaten Rum-Ameer, Alal, dan Mijak, info ini diklaim oleh Sudan Selatan dan Sudan. Peristiwa itu disebabkan serangan pemuda bersenjata dari wilayah Warrap, Sudan Selatan.

Wilayah ini didukung oleh para pejuang yang setia pada pemuka agama Gai Machiek dari wilayah Unity, Sudan Koch berkata bahwa pertempuran tersebut menewaskan 19 orang dan melukai 18 lainnya pada hari Sabtu (03/02/2024).

Kemudian lebih dari 18 nyawa melayang pada hari Minggu (04/02/2024), yang termasuk empat wanita dan tiga anak-anak. Beliau juga menambahkan bahwa 1.000 ekor sapi telah dicuri.

"Daerah Administratif Khusus Abyei mengutuk keras serangan teroris, seperti pembunuhan keji terhadap warga sipil tak berdosa, pembakaran pasar lokal dan daerah pemukiman," kata Koch dalam sebuah pernyataan, dikutip ABCNews (5/02/2024).

Kekerasan etnis sudah biasa terjadi di wilayah tersebut. Anggota suku Twic Dinka dari Warrap memperebutkan tanah dengan orang-orang Ngok Dinka di daerah Aneet, Abyei, yang terletak di perbatasan.

Meskipun tanah dianggap sebagai pemicu utama konflik, para pejabat menuduh para pemuda bersenjata Twic telah dihasut oleh Machiek. Dia adalah seorang pemimpin spiritual etnis Neur yang dituduh memicu konflik. Dia juga disalahkan atas serangan seminggu lalu yang menewaskan 53 orang, termasuk dua penjaga perdamaian PBB.

Dalam wawancara dengan media setempat, Machiek menyangkal atas tuduhan melanggar hukum.

Sudan dan Sudan Selatan telah berselisih mengenai kontrol atas wilayah Abyei sejak kesepakatan damai tahun 2005. Kesepakatan itu terhenti setelah perang saudara antara Sudan utara dan selatan. Status Abyei masih tak terpecahkan setelah Sudan Selatan merdeka pada 2011, meskipun wilayah ini seharusnya berada di bawah kendali Sudan Selatan.

Mayoritas penduduk Ngok Dinka di wilayah ini mendukung Sudan Selatan. Sementara itu, pengembara Misseriya yang datang ke Abyei untuk mencari padang rumput mendukung Sudan. Sebuah panel Uni Afrika telah mengusulkan referendum untuk Abyei, tetapi ada ketidaksepakatan mengenai siapa yang dapat memilih.

Sumber: ABCNews-Penerjemah: Yuda (mk)|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.