21 April 2025

Get In Touch

DPRD Jatim : Pengembangan Desa Wisata Harus Melibatkan Berbagai Pihak

Wisata Setigi di Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, menjadi salah satu destinasi desa wisata percontohan.
Wisata Setigi di Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, menjadi salah satu destinasi desa wisata percontohan.

SURABAYA (Lenteratoday) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur terus berupaya untuk mengembangkan desa wisata. Hal ini juga didukung dengan adanya peraturan daerah (Perda) tentang Pemberdayaan Desa Wisata yang disahkan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi Jatim pada 12 Agustus 2022 lalu. Perda ini diharapkan menjadi payung hukum pengembangan desa wisata.

Akan tetapi, upaya pembentukan dan juga pengembangan desa wisata bukan hal yang mudah, khususnya lagi bagi daerah yang tidak memiliki potensi alam yang mampu disulap menjadi destinasi wisata. Faktor lain yang juga dianggap sebagai kendala adalah dalam sisi permodalan. Untuk itu, pengembangan desa wisata harus melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta, dan perhutani.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Amar Saifudin, mengakui salah satu kendala dalam pengembangan desa wisata adalah permodalan. Namun, dengan adanya Perda tentang pemberdayaan desa wisata, maka diharapkan ada dorongan yang serius dari pemerintah untuk memberikan dukungan sekaligus proteksi terhadap desa-desa wisata baik yang sudah ada maupun yang berencana untuk membentuk atau membangun desa wisata.

“Namun, perlu kita ketahui juga bahwa proses pembentukan dan pengembangan desa wisata ini juga sering kali terbentur pada faktor alam. Karena memang desa wisata itu salah satu faktor utama adalah potensi alam yang ada di desa-desa itu. Di daerah-daerah yang punya potensi alam, misalnya sumber mata air, kemudian ada di daerah-daerah yang memang itu menarik maka pembentukan desa wisata relatif mudah,” tandasnya saat ditemui di ruang fraksi PAN DPRD Jatim, Senin (30/10/2023).

Akan tetapi, sambungnya, bagi daerah-daerah yang tidak punya potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata, maka akan lebih susah untuk dikembangkan menjadi desa wisata. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan untuk pengembangkan dan pembentukan desa wisata dengan kreatifitas dari desa melalui BUMDes dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis)nya. Maka, dengan kreatifitas ini akan mampu menciptakan desa-desa wisata baru.

“Yang paling penting sebenarnya dengan adanya desa wisata itu menjadi pengungkit ekonomi masyarakat. Di samping itu kalau desa wisata dikelola desa, maka desa mendapat pendapatan dan ekonomi masyarakatnya juga akan tumbuh, baik kulinernya, ekonomi kreatifnya seperti souvenir , karang karuna juga dapat parkira dan lainnya,” kata politisi PAN ini.

Amar, mantan wakil bupati Lamongan ini menandaskan bahwa untuk pengembangan tersebut dibutuhkan kerjasama banyak pihak. Mulai dari pemerintah dan juga pihak swasta yang mau terjun seperti investor untuk membuat desa-desa wisata. Di satu sisi, dukungan Perhutani juga cukup penting.

“Apalagi, kalau ada potensi alam di daerah hutan itu, kemudian kepala Perhutani juga mempersilahkan dan itu ada banyak di Magetan, Mojokerto, Malang, Probolinggo dan sekitarnya. Di kawasan tersebut juga ada desa-desa wisata yang tidak saja dikeloa desa, tapi pihak swasta juga melakukan kerjasama dengan Perhutani dan itu boleh dan hasilnya juga bagus,” katanya.

Sehingga, lanjutnya, dia mendorong supaya pihak Perhutani dan pemerintah provinsi harus memberikan kemudahan. Kemudian dalam proses pendanaanya mungkin dan juga membantu desa wisata yang sudah lama terpuruk karena pandemic. Sehingga, dia berharap pada Pemprov Jatim agar mangalokasikan anggaran bantuan permodalan, sebab kalau tidak ada bantuan juga sulit juga untuk bangkit kembali.

“Makanya itu pemerintah provinsi harus lebih serius untuk bisa menjangkau kesana (permodalan). Tapi faktanya pemerintah provinsi setiap kita mintai penjelasan yang menjadi jawab adalah keterbatasan anggaran,” tandasnya.

Jadi, kalau kita desa wisata mau berkembang maka tergantung desanya saja. Artinya jangan mengaharapkan bantuan dari pemerintah provinsi secara berlebihan, harus tumbuh dari masyarakat dan perangkat desa setempat.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto mengatakan bahwa desa wisata yang ada di Jawa Timur terutama rata-rata menggunakan tanah dan lahan milik perhutani. “Memang kita lagi ingin berbicara dengan Perhutani untuk mempermudah izin-izin soal seperti itu,’” katanya.

Lebih lanjut, dia mengharapkan agar Pemerintah Pusat dan Pemprov Jatim juga bisa menyiapkan anggaran. Karena kebanyakan anggaran desa tidak diperbolehkan untuk hal hal yang belum diprogramkan.

“Harapan saya ke depan siapapun gubernurnya harus mengalokasikan anggaran untuk desa wisata. Dengan begitu nantinya program desa wisata yang digagas Jatim ini bisa memperoleh hasil yang maksimal terutama ada pihak ketiga. Terus terang pihak ketiga sulit masuk karena persoalannya lahan yang kebanyakan dikuasai oleh perhgutani,” tandasnya.

Dia juga berharap perhutani memberikan ruang yang cukup. Apalagi pemerintah pusat dengan Kementerian LK-nya sudah menyampaikan kepada Jatim bahwa ada satu program hutan sosial hampir satu juta hectare, dari jumlah tersebut hampir 500 ribu hektar ada di Jatim.

Politisi partai Demokrat ini menandaskan bahwa desa wisata yang berjalan dengan baik akan berdampak pada ekonomi yang juga turut maju. Oleh karena itu, komisi B DPRD Jatim sangat berkepentingan untuk memaksimalkan dewa wisata terlebih lagi sudah ada Perda-nya.

“Oleh sebab itu penganggaran segera dimaksinmalkan. Kemarin, kita sudah mendorong pemerintah provinsi memaksimalkan anggaran untuk desa wisata itu, paling tidak ada solusi juga dari tingkat dua (kabupaten/kota) yang memilki wilayah pedesaan tadi. Terus terang, ini menjadi sesuatu yang prioritas terutama di Jatim, karena kita tahu persis hampir 70 persen penduduk kita ada di desa, kalau ada potensi wilayah alam, potensi ekonomi umkm kenapa kita tidak memaksimalkan potensi itu,” katanya.

Di satu sisi, sebelumnya, Kepala Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Abdul Halim, berharap Perda tentang Pemberdayaan Desa Wisata ini bisa membangkitkan semangat desa untuk lebih mudah mendapatkan hak sesuai kewenangan desa.

“Bisa memperkuat kearifan lokal desa, memicu lahirnya inovasi desa dengan wisata yang berkarakter dan semua itu memperkuat kemandirian desa,” tandas Kepala Desa yang sukses menjadikan desanya sebagai peringkat pertama desa Brilian se-Indonesia pada 2020.

Halim yang berhasil mencetuskan desa wisata melalui wisata Selo Tirto Giri (Setigi) ini juga berharap adanya intervensi positif khususnya dalam hal bantuan permodalan atau pendanaan dari pemerintah.

Dia juga berharap pemerintah untuk turut memasarkan wisata-wisata yang ada di desa. Menurutnya, upaya pemasaran ini tidak hanya bantuan dengan promosi di media sosial saja, namun juga ada upaya sinergitas antar instansi di pemerintahan.

“Misalnya, Dinas Pariwisata bekerjasama dengan Dinas Pendidikan untuk melakukan pembelajaran di lokasi wisata. Sebab selama ini, wisata hanya ramai pada hari Sabtu dan Minggu saja, sedangkan hari hari lainnya sepi. Harapannya, pada hari hari lainnya ada anak anak sekolah yang melakukan wisata edukasi,” kata Halim. (*)

Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.