
KALAU kita berwisata ke Turki, biasanya diajak ke Bursa dan mengunjungi Masjid Agung Bursa atau Bursa Grand Mosque atau Bursa Ulu Cami (di Indonesia disebut masjid jami'). Sebuah masjid tua yang berada berada di Atatürk Boulevard di kawasan kota tua Bursa.
Masjid ini dibangun dengan perpaduan gaya Seljuk - Usmaniyah, pada tahun 1396 hingga tahun 1399, atas perintah dari Sultan Yıldırım Bayezid I. Rancangan dan pembangunan masjid ini dilaksanakan oleh Arsitek Ali Neccar. Pembangunan masjid ini merupakan janji dari Yıldırım Bayezid I pada saat memenangkan perang Battle of Nicopolis in 1396.
Ada cerita sangat menarik dalam proses awal pembangunan masjid ini. Setelah lokasi ditetapkan dan dilakukan pembebasan melalui pembelian lahan milik masyarakat, para pemilik lahan banyak yang dengan senang hati melepaskannya karena lahan miliknya dibeli untuk kepentingan pembangunan masjid.
Tetapi rencana pembangunan menghadapi kendala besar karena ada lahan berada ditengah lokasi rencana pembangunan yang tidak mau dilepaskan oleh pemiliknya, sang pemilik adalah wanita tua beragama Nasrani.

Akhirnya Sultan sendiri yang menemui wanita tersebut dan mengajak dialog kenapa wanita tersebut tidak mau melepaskannya, sang pemilik lahan mengatakan : lahan ini milik keluarganya dan dia akan menjaga amanat keluarga agar diatas lahan tersebut tidak akan dipakai tempat beribadah orang yang berkeyakinan lain dengan keyakinan keluarganya.
Sultan kemudian nenawarkan membeli lahan tersebut dengan harga berlipat dan berjanji untuk menjaga amanat keluarga pemilik lahan tersebut. Si wanita tua tidak begitu saja percaya.
Retapi Sultan memberikan jaminan atas nama jabatan dan pribadi yang akan menjaga. Singkat kata, lahan tersebut dibeli dengan harga yang berlipat dibandingkan harga pasar.
Kemudian Sultan meminta arsitek pembangunan masjid merubah perencanaan agar di lokasi lahan milik wanita tesebut tidak dipakai sebagai tempat sholat, dan dirubah sebagai taman air dan tempat wudhu yang berada di tengah masjid.
Cerita ini mirip pernah terjadi ketika Gubernur Amr bin Ash akan membangun masjid. Ketika itu ada lahan milik seorang Yahudi yang terkena rencana pembangunan masjid. Tetapi di satu sisi orang Yahudi ini mempertahankan lahan miliknya. Oleh Amr bin Ash orang tersebut dipaksa untuk melepaskan lahannya demi kepentingan rencana pembangunan masjid yang digagas oleh Amr bin Ash.
Sang Yahudi karena putus asa merasa tidak berdaya menghadapi kekuasaan Gubernur kemudian bersusah payah berusaha menghadap kepada khalifah Umar bin Khattab. Selama perjalanan menuju Madinah sang Yahudi selalu galau memikirkan kemungkinan yang terjadi kalau dia mengadu kepada sang khalifah. Si Yahudi sadar, dia melawan gubernur yang akan menggusur lahannya demi pembangunan atas nama kepentingan umum (masjid).

Ketika sampai di Madinah dia bertemu orang Arab berpenampilan sangat sederhana yang sedang istirahat di bawah pohon kurma. Yahudi itu bertanya bagaimana caranya menghadap Khalifah. Ternyata orang yang dia temui menjawab bahwa dialah Umar bin Khattab.
Umar bertanya balik apa kepentingannya. Setengah tidak percaya Si Yahudi kemudian di bercerita terkait apa yang sedang dihadapinya.
Mendengar cerita sang Yahudi, Umar bin Khattab tidak banyak berkata hanya meminta sang Yahudi mengambilkan tulang onta kering yang ada di dekatnya kemudian menorehkan pedang membentuk garis lurus pada tulang onta tersebut.
Umar meminta sang Yahudi kembali ke Mesir untuk menyampaikan salam dari sang Khalifah serta memberikan tulang onta tersebut kepada Gubernur Amr bin Ash.
Ketika Amr bin Ash menerima menerima pesan tersebut langsung gemetar seluruh badannya dan membatalkan niatnya untuk melakukan "intimidasi" kepada sang Yahudi karena sangat faham hukuman apa yang akan dia terima dari sang Khalifah kalau dia tidak bertindak adil.
Konon menurut cerita sang Yahudi akhirnya masuk Islam dan menyerahkan tanahnya karena melihat bagaimana agama Islam telah banyak mengajarkan keadilan.
Dari kedua cerita tersebut kita bisa mengambil pelajaran bagaimana para pemimpin terdahulu menyelesaikan konflik pembebasan tanah.
Semoga menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi yang pernah disebut pendukungnya gaya kepemimpinannya mirip Umar bin Khattab bisa menyelesaikan konflik pembebasan tanah di pulau Rempang secara adil.
Bursa-Turki, 23 Oktober 2023.
Penulis: Muh. Rudiansyah, Wiraswastawan|Editor: Arifin BH