
SURABAYA (Lenteratoday) - Malaysia merasa sangat terganggu dengan kabut asap yang bersumber dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia. Untuk itu, Malaysia meminta supaya Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya mengambil tindakan ketika kualitas udara memburuk di seluruh negeri.
Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Malaysia, Nik Nazmi Nik Ahmad, menyampaikan bahwa Kualitas udara telah mencapai tingkat tidak sehat di beberapa wilayah Malaysia dalam beberapa hari terakhir. Dalam hal ini, diduga kondisi tersebut akibat kebakaran lahan yang terjadi di Indonesia.
Hampir setiap musim kemarau, asap dari kebakaran untuk membuka lahan bagi perkebunan kelapa sawit dan pulp serta kertas di Indonesia menyelimuti sebagian besar wilayah tersebut. Hal itu membawa risiko terhadap kesehatan masyarakat dan mengkhawatirkan operator wisata dan maskapai penerbangan. Banyak dari perusahaan yang memiliki perkebunan ini adalah perusahaan asing termasuk Malaysia.
Kebakaran yang menyebabkan kabut asap menyebar ke seluruh wilayah pada tahun 2015 dan 2019 membakar jutaan hektar lahan dan menghasilkan emisi yang memecahkan rekor, menurut para ilmuwan.
Nik Nazmi Nik Ahmad mengatakan ia telah mengirim surat kepada mitranya dari Indonesia minggu ini mengenai kabut asap. “Kami menyampaikan surat kami untuk memberi tahu pemerintah Indonesia dan mendesak mereka agar mengambil tindakan mengenai masalah ini,” katanya dalam sebuah wawancara, dikutip dari tempo.co, Jumat (6/10/2023). Ia kembali menegaskan, sebagian besar titik api yang terindikasi kebakaran berada di Indonesia.
Kuala Lumpur juga telah mengirimkan surat kepada perusahaan perkebunan milik Malaysia yang beroperasi di Indonesia untuk memastikan mereka mematuhi hukum dan mencegah pembakaran, katanya.
Ia menyerukan tindakan bersama oleh ASEAN baik melalui undang-undang atau perjanjian untuk mencegah kabut asap tahunan. “Saya berharap setiap negara bisa terbuka untuk mencari solusi karena dampak kabut asap sangat besar terhadap perekonomian, pariwisata, dan khususnya kesehatan,” katanya.
Dia mengatakan Malaysia masih "serius" mempertimbangkan undang-undang serupa dengan Singapura yang mewajibkan perusahaan bertanggung jawab atas polusi udara. Namun ada kekhawatiran mengenai apakah Malaysia dapat mengadili para pencemar yang berbasis di luar negeri, katanya. (*)
Sumber : Tempo | Editor : Lutfiyu Handi