
MADIUN (Lenteratoday)-Dua telapak kaki seorang siswa SMPN 10 Kota Madiun berinisial G (15) melepuh setelah menjalani hukuman dari gurunya. Siswa tersebut diminta lari keliling lapangan basket di siang yang terik.
Diketahui, guru berinisial F memberikan hukuman lantaran G tidak mengikuti kegiatan kerohanian di sekolahnya pada Rabu (27/9/2023).
Ibunda G, Novia Tri Handayani , mengatakan jika pada hari Rabu siang tersebutdia dihubungi pihak sekolah bila anaknya setelah dihukum kakinya lecet sehingga diantarkan di rumah.
“Karena saya tidak berfikir negatif saya minta maaf langsung kepada oknum guru tersebut atas kesalahan yang dibuat anak saya," kata Novi, Rabu (4/10/2023).
Merasa curiga dengan kondisi anaknya yang harus diantar pulang ke rumah, Novi meminta suaminya untuk mengecek kondisi kaki anaknya
"Saya telepon suami saya. Dan ternyata kondisi telapak kaki anak saya yang kiri melepuh lebar. Kondisi telapak kanan juga melepuh lebar sampai kulitnya robek berdarah serta masih ada butiran pasir kasar yang menempel," ungkap Novi.
Setelah ditanyai, G mengaku kepada orang tuanya kalau ia dihukum dengan cara disuruh lari putar lapangan sekitar jam 13.00 tanpa alas kaki.
Anaknya baru boleh berhenti berlari setelah diijinkan. Setelah lima putaran mengelilingi lapangan basket kaki anaknya sudah melepuh bahkan robek berdarah.
Novi mengatakan, kondisi anaknya sampai dengan hari ini belum bisa berjalan dengan normal. Karena anaknya merasakan kesakitan, menangis, bahkan sampai demam hingga akhirnya dibawa ke RS.
"Saat dibersihkan telapak kakinya di rumah sakit banyak ditemukan pasir batu kerikil kecil yang menempel di daging telapak kaki anak saya. Saat dibersihkan dengan digosok dia sampai menjerit-jerit,"ungkap Novi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Madiun, Lismawati, menyayangkan tindakan yang dilakukan oknum guru tersebut. Pihakya sudah mengingatkan kepada pihak sekolah agar tidak memberikan hukuman fisik dalam bentuk apapun.
“Sebenarnya kita sudah mewanti-wanti kepada sekolah tidak boleh memberikan hukuman fisik. Bahkan baru seminggu yang lalu sudah saya ingatkan lagi kepada kepala sekolah” kata Lismawati.
Menurut Lismawati, kejadian ini berawal dari saat pembiasaan waktu istirahat siang, bagi pelajar muslim salat dzuhur berjamaah sedangkan yang non-Islam ada kegiatan kerohanian. Namun, diketahui G tidak menjalankan aktivitas sesuai ketentuan, sehingga hati guru terpanggil untuk mendisiplinkan anak.
“Tujuanya baik tapi disini ada caranya yang salah,” jelas Lismawati.
Repoter : Wiwet eko prasetyo/Editor: widyawati