
Surabaya – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Obat Tradisional sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan obat kimia di Indonesia, dimana hampir 95 % bahan bakunya masih harus impor dari luar negeri. Padahal, bahan baku tanaman obat di Indonesia sangat melimpah.
Dalam nota penjelasan Raperda tentang Perlindungan TanamanObat yang disampaikan juru bicara Komisi E DPRD Jatim, Artono menjelaskan bahwatanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional di Indonesia sangat melimpah.Dari total sekitar 40 ribu jenis tanaman obat yang telah dikenal di dunia, 30ribu nya disinyalir berada di Indonesia.
“Jumlah tersebut mewakili 90 % dari tanaman obat yangterdapat di wilayah Asia. dari jumlah tersebut 25% diantaranya atau 7.500 jenissudah diketahui memiliki khasiat herbal atau tanamanan obat. Namun, baru hanya1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk bahan baku obat-obatan herbalatau jamu,” kata Artono pada Rapat Paripurna DPRD Jatim, Senin (8/6/2020).
Artono juga menyebutkan, berdasarkan data statistik holtucultura 2016, total produksi tanaman obat di Indonesia sebesar 595 juta kilo gram. Komoditas yang memberi kontribusi terbesar terhadap total tanaman obat yaitu jahe sekitar 38 %, kunyit 18,8 %, kapulaga 12,2 %, lengkuas 10,5% dan kencur 6,3%. Sementara, prosentase produksi untuk tanaman jamu lainnya masing-masing kurang dari 5 %.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim ini menambahkan bahwa Provinsi Jatim merupakan penghasil tanaman obat sangat besar sebagai bahan baku obat tradisionoal. Menurut pengkajian dan pengembangan perdagangan, Kementerian Perdagangan, bahwa pada 2016-2017 jumlah produksi jahe di Jatim sebesar 26,7% dari produksi Nasional, kunyit 5,6 %, lengkuas 11,5% dan kencur 9,8 % dari produksi nasional.
“Sementara itu, menurut data dan seksi kefarmasian dan alkesTKRS Dinas Kesehtaan Provinsi, pada 2016 menyebutkan bahwa industri obattradisional (IOT) berjumlah 18 dan usaha kecil obat tradisonal (UKOT) berjumlah 242 perusahaan,” katanya.
Maka dari itu, tandasnya, besarnya sumber daya tanaman biofarmaka dan perusahaan obat tradisional menjadi kebijakan provinsi Jatim untuk melakukan pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan obat tradisional dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional di provinsi Jatim. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap obat kimia dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan konvensional di Provinsi Jatim, apalagi dengan adanya pandemi covid-19 ini menjadi memontum yang sangat berharga untuk dilakukan penelitian dan pengembangan terhadap bahan baku obat tradisonal, sehingga dapat menjadi obat herbal berstandar.
Raperda tetang Perlindungan Obat Trandional ini berjtuan untuk menjamin keamanan khasiat atau manfaat dan mutu produk jadi obat tradisional yang dihasilkan di daerah, mengembangkan bahan baku dan produk jadi obat tradisional di daerah, meningkatkan pemanfaatan obat tradisonal untuk promosi pencegahan, pengobatan, perawatan, dan atau pemeliharaan kesehatan di daerah, mengurangi ketergantungan pada penggunaan obat kimia dalam pelayanan kesehatan di daerah, meningkatkan kesejahteraan bagi petani tanaman obat dan pelaku usaha obat tradisonal, dan menjaga serta melestarikan warisan budaya. (ufi)