20 April 2025

Get In Touch

Mahfud MD Soroti Kontroversi Proyek Pulau Rempang Saat Hadiri Pengajian di Nganjuk

Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Abdillah Qomaru/Lenteratoday)
Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Abdillah Qomaru/Lenteratoday)

NGANJUK (Lenteratoday) -Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bicara blak-blakan terkait kasus yang terjadi di Pulau Rempang, Batam. Hal itu disampaikan saat menghadiri acara Ngaji Politik Kebangsaan di YPP Al Mardliyah Ponpes Mojosari, Kabupaten Nganjuk, Jum’at (15/9/2023).

Mahfud sudah membahas kasus bentrok antara warga penghuni Tanah Rempang di Batam dengan aparat keamanan terkait penolakan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco-City.

Pada tahun 2001, katanya mengawali pembicaraan, pemerintah mengumumkan rencana untuk mengembangkan pulau kecil Rempang yang pada saat itu tidak dimanfaatkan dan memiliki penduduk, namun tidak produktif. Hingga tahun 2002, tidak ada investor yang mau berinvestasi di pulau tersebut.

Pada tahun 2004, seorang pengembang bersedia mengeluarkan uang sejumlah Rp 381 triliun untuk mengembangkan Rempang. Mereka membuat kontrak dengan pemerintah daerah, meskipun uang tersebut belum tersedia tetapi kontrak tetap berjalan.

Ketika tanah yang telah dikontrak oleh pengembang tersebut tidak diurus, lahan itu di kemudian hari menjadi objek sengketa. Pengembang baru mendapatkan izin dari gubernur dan walikota untuk mengelola tanah tersebut, meskipun tanah tersebut sudah dimiliki oleh orang lain. Hal ini menyebabkan konflik dan keributan antara penghuni asli dan pengembang baru.

"Nah sekarang yang terjadi keributan,'' bebernya.

Lebih lanjut, Mahfud menyatakan bahwa bentrok terkait pengembangan Pulau Rempang, terdapat aspek-aspek yang belum dijelaskan kepada masyarakat, khususnya mengenai kesepakatan yang telah disetujui antara warga setempat dan investor.

Namun, tanah yang terikat MoU seluas 17.500 hektare, di mana 2.000 hektare akan segera dimanfaatkan sesuai dengan kesepakatan penduduk, kemudian 1.200 Kartu Keluraga akan diberi tanah 500 meter persegi dengan rumahnya tipe 45 seharga Rp 120 juta.

Setiap orang dalam satu keluarga juga akan diberi biaya hidup sebesar Rp 1.034.636 per orang dan mendapat biaya sewa sebesar Rp 1.200.000 per bulan. Uang itu diberikan bagi keluarga yang rumah penggantinya belum selesai dibangun.

"Investor juga akan memberikan uang ke pemda Rp 1,6 triliun untuk menyelesaikan semua dan mengatasi masalah yang terjadi. Jadi itu yang belum dijelaskan kepada masyarakat," tambahnya.

Mengutip dari bbc, perwakilan masyarakat dari 16 kampung adat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, menegaskan bahwa mereka tetap menolak untuk direlokasi, dan sikap ini tidak akan berubah, meskipun pemerintah memberikan batas waktu hingga tanggal 28 September 2023 untuk mengosongkan kawasan tersebut dalam rangka pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.

Seperti, Sobirin, warga Pulau Rempang, mengaku menetap di kampung ini sejak tahun 2003, setelah menikahi istrinya yang merupakan penduduk asli Tanjung Banon. Ketika Sobirin mendengar berita bahwa masyarakat harus dipindahkan karena proyek Rempang Eco City, Ia merasa sulit untuk membayangkan bagaimana kehidupannya akan berubah nanti seperti memulai dari awal, tanpa jaminan pekerjaan atau penghasilan, dan ini bisa mengakibatkan kesulitan bahkan kelaparan.

“Kami nggak mau. Makanya kami memohon, meminta tolong kepada pemimpin-pemimpin kami, janganlah gusur kami,” tandasnya.

Reporter: Abdillah Qomaru|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.