20 April 2025

Get In Touch

Putusan MK: SIM Tak Bisa Berlaku Seumur Hidup

(Ilustrasi) Ujian pembuatan SIM.
(Ilustrasi) Ujian pembuatan SIM.

JAKARTA (Lenteratoday)- Mahkamah Konstitusi (MK)  menolak gugatan pemohon yang meminta masa berlaku Surat izin mengemudi (SIM) seumur hidup seperti KTP elektronik. Salah satu pertimbangannya adalah SIM memiliki fungsi berbeda dengan KTP yang dalam prosesnya harus melalui uji kompetensi.

Sebanyak tujuh Hakim Konstitusi menyatakan menolak gugatan pemohon terkait masa berlaku SIM ini. Anwar Usman sebagai Ketua merangkap Anggota Hakim Konstitusi dalam konklusinya menyatakan menolak gugatan tersebut.

"Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan seterusnya, amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman seraya mengetuk palu dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara No. 42/PUU-XXI/2023, Kamis (14/9/2023).

Hal ini diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh tujuh Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Manahan M.P. Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams masing-masing sebagai anggota.

Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan bahwa dalil Pemohon agar masa berlaku SIM sama dengan KTP, menurut Mahkamah ada perbedaan fungsi antara SIM dengan KTP. Sebab, SIM adalah salah satu bentuk dokumen yang hanya diwajibkan dimiliki oleh orang yang akan mengemudikan kendaraan bermotor.

"Di mana untuk mendapatkannya calon pengemudi tersebut harus memiliki kompetensi dalam mengemudi sesuai dengan jenis SIM yang dimohonkan, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan seperti usia, kesehatan serta lulus ujian praktik dan tertulis dalam mengemudi," kata Enny dalam sidang tersebut.

Selain itu, SIM berfungsi sebagai registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap pengemudi dan data pada registrasi pengemudi yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian.

"Menurut Mahkamah, meskipun antara KTP-el dan SIM adalah sama-sama dokumen yang memuat mengenai identitas, namun memiliki fungsi yang berbeda. Dalam hal ini, KTP-el adalah dokumen kependudukan yang kepemilikannya diwajibkan kepada semua warga Negara Indonesia, sedangkan SIM merupakan dokumen surat izin dalam mengemudi kendaraan bermotor dan tidak semua warga Indonesia diwajibkan untuk untuk memilikinya. Karena yang wajib memilikinya hanya orang-orang yang akan mengendarai kendaraan bermotor dan yang telah memenuhi persyaratan SIM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.

"Oleh karena perbedaan tersebut, masa berlaku KTP-el adalah seumur hidup karena dalam penggunaannya KTP-el tidak memerlukan evaluasi terhadap kompetensi pemilik KTP-el, kecuali jika ada perubahan data, hilang, atau rusak, maka pemilik KTP-el memiliki kewajiban untuk melaporkan dan memperbaharuinya atau menggantinya," sambungnya.

Sementara itu, penggunaan SIM sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kompetensi seseorang yang berkaitan erat dengan keselamatan dalam berlalu lintas. Sehingga, menurut MK, diperlukan proses evaluasi dalam penerbitan SIM.

"Sejauh ini masa berlaku lima tahun tersebut dinilai cukup beralasan untuk melakukan evaluasi terhadap perubahan yang dapat terjadi pada pemegang SIM. Dalam batas penalaran yang wajar, kemungkinan terjadinya perubahan pada kondisi kesehatan jasmani dan rohani pemegang SIM dapat berpengaruh pada kompetensi atau keterampilan yang bersangkutan dalam mengemudi kendaraan bermotor," sebut Enny.

Lanjutnya, perubahan tersebut dapat terjadi pada kemampuan penglihatan, pendengaran, fungsi gerak, kemampuan kognitif, psikomotorik, dan/atau kepribadian pemegang SIM. Semua perubahan itu berdampak pada kemampuan pengemudi dalam berkendara dan berlalu lintas di jalan.

"Terlebih, dalam rentang waktu lima tahun juga terbuka kemungkinan terjadinya perubahan pada identitas pemegang SIM seperti nama, wajah, alamat, dan bahkan sidik jari. Hal ini sejalan dengan kondisi masyarakat modern yang di antaranya ditandai oleh tingkat mobilitas sosial dan geografis yang tinggi sehingga dapat menyebabkan perubahan pada aspek-aspek identitas tersebut," ucapnya.

Namun, dalam putusannya ada alasan berbeda (concurring opinion) yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Daniel yang juga setuju menolak gugatan Pemohon menilai, perlu juga adanya evaluasi untuk pemegang SIM lansia.

"Saya berpendapat sama dengan mayoritas hakim konstitusi bahwa permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Namun ke depan kepada pembentuk undang-undang perlu dipertimbangkan adanya kebijakan afirmatif bagi kelompok usia lansia untuk diberikan SIM seumur hidup," ucapnya.

Sementara itu, gugatan soal masa berlaku SIM ini diajukan oleh Arifin Purwanto sejak April 2023. Dalam permohonannya, Arifin Purwanto menyebutkan masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolok ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana. Kerugian lainnya adalah Arifin Purwanto harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlaku SIM setelah habis/mati.(*)

Reporter:dya,rls?Editor:widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.