21 April 2025

Get In Touch

DPRD Jatim Soroti Kinerja dan Urgensi Penyertaan Modal BUMD

Juru bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim, Rohani Siswato saat menyampaikan pemandangan umum fraksi dalam sidang paripurna, Selasa (12/9/2023).
Juru bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim, Rohani Siswato saat menyampaikan pemandangan umum fraksi dalam sidang paripurna, Selasa (12/9/2023).

SURABAYA (Lenteratoday) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur bersama Pemprov Jawa Timur tengah melakukan pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2023. Salah satu yang menjadi sorotan DPRD Jatim adalah urgensi penyertaan modal dan kinerja beberapa BUMD.

Saat sidang paripurna tentang penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap rancangan peraturan daerah tentang P-APBD tahun anggaran 2023, Selasa (12/9/2023), Fraksi Partai Golkar melalui juru bicaranya Adam Rusydi menandaskan bahwa dari sisi pendapatan daerah terjadi penyesuaian, pengembangan, dan peningkatan terhadap berbagai jenis pungutan pajak dan retribusi dengan perbaikan layanan untuk mampu meningkatkan penerimaan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih lanjut, Rusydi menandaskan bahwa pendapatan daerah mengalami perubahan, dari Rp29,848 triliun bertambah menjadi Rp31,322 triliun atau ada penambahan Rp 1,473 triliun. Penambahan ini diantaranya terjadi pada sector PAD Rp 1,472 triliun yang diperoleh dari meningkatnya hasil pajak dan retribusi 11,57% serta dari pendapatan lain yang sah Rp318,9 milyar lebih (12,30% ).

Tetapi ada penurunan pada penerimaan pengelolaan kekayaan daerah atau pada BUMD sebesar Rp 395,07 milyar lebih atau berkurang 0,09% dari target pada APBD murni Rp 458,147 milyar lebih. Kemudian dari, lain lain pendapatan daerah yang sah, bertambah Rp 1,071 milyar lebih menjadi Rp 28,204 milyar lebih.

Sementara, dari kontruksi belanja daerah direncanakan mencapai Rp 35,232 triliun, sehingga terjadi defisit anggaran. Berdasar tema P-APBD Tahun Anggaran 2023 ditentukan arah kebijakan belanja daerah tetap pada 7 fokus sebagaimana konsepsi pada APBD (murni), yang diimplemetasikan melalui 93 program kegiatan menurut klasifikasi, dengan prosentase terhadap total belanja antara lain: a. Belanja Operasi Rp 22.242.045.512.284,00 (63,13%); b. Belanja Modal Rp 2.913.181.559.795,00 (8,27%); Belanja Tak Duga Rp 463.506.719.699,00 (1,31 %); d. Belanja Transfer 9.614.157.463.430,00 (27,27 %).

Dari belanja daerah itu diketahui ada tambahan investasi daerah untuk penyertaan modal di PT Bangun Askrida dan PT Air Bersih; sedangkan bayar pokok hutang ke PT SMI untuk  program PEN Rp 9,176 milyar.

“Pada komposisi Pembiayaan P-APBD ada alokasi menambah penyertaan modal untuk PT PDAM sebesar Rp 93,222 milyar sehingga menjadi Rp 123,333 milyar rupiah. Mohon penjelasan urgensi dan penggunaannya,” tandas Adam.

Sorotan terhadap BUMD juga disampaikan fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya, Martin Hamonangan. Dia mengatakan bahwa Fraksi PDI Perjuangan mencatat dari tahun ke tahun kinerja BUMD di lingkungan Provinsi Jawa Timur mayoritas tidak menunjukkan kinerja yang menggembirakan dan bahkan terus-menerus membutuhkan tambahan dana penyertaan dalam jumlah

besar. Bahkan pada Rancangan Peraturan daerah Perubahan APBD TA 2023 ini dianggarkan pada Pos Belanja penyertaan modal untuk PT BPR Jatim sebesar Rp 200 milyar  dan untuk PT Askrida sebesar Rp 46,86 milyar.

“Berdasarkan nilai modal yang telah disetor dibandingkan dengan nilai kepemilikan saat ini tampak tidak impresif dan masih dimungkinkan untuk upaya perbaikan dan peningkatan kinerja BUMD.

Khusus PT Askrida malah menunjukkan kepemilikan saham daerah jauh lebih rendah dibanding tambahan modal disetor,” tandasnya.

Bahkan dia menandaskan bahwa penyertaan modal pemerintah daerah berpotensi tidak dikelola secara

profesional dan oleh karenanya terindikasi tidak memberikan hasil pengelolaan yang optimal. “Merujuk pada seluruh temuan dan analisis tersebut di atas, Fraksi PDI Perjuangan mendorong eksekutif untuk meninjau kembali apakah kapabilitas dewan direksi dan dewan komisaris masih dianggap layak dan kompeten untuk mengelola BUMD tersebut,” tegasnya.

Fraksi PDI Perjuangan juga meminta supaya pemprov segera meninjau atau menguji kembali (review) model bisnis dan perencanaan strategik masing-masing BUMD. Hal itu dilakukan untuk  penyehatan organisasi usaha serta membuka opsi dilakukannya langkah-langkah strategik yang dianggap perlu seperti penguatan rentang kendali, mengurangi semangat untuk terus mengembangkan unit usaha dalam bentuk BUMD baru, dan pengurangan jumlah unit usaha melalui mekanisme penggabungan

usaha (merger).

“Dan oleh karenanya, Fraksi PDI Perjuangan meminta Eksekutif agar elemen pengelolaan kekayaan

daerah sebagaimana tersebut di atas dapat segera ditangani sehingga upaya Eksekutif untuk memperbaiki postur penerimaan pendapatan daerah dapat menjadi landasan yang kokoh bagi upaya pemulihan ekonomi akibat tekanan dinamika perekonomian global dan nasional,” tegasnya.

Fraksi PAN, yang disampaikan Agung Supriyanto juga menyoroti kinerja BUMD yang tidak memberikan peningkatan pendapatan. Dia menandaskan dalam nota keuangan Gubernur, Fraksi PAN tidak menemukan adanya peningkatan pendapatan dari kekayaan daerah yang dipisahkan, yakni dari BUMD.

“Padahal dalam nota keuangan hal 47 disebutkan Optimalisasi Penerimaan dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, berasal dari kontribusi Badan Usaha Milik Daerah.  Mohon penjelasan mengenai hal ini?” kata Agung.

Rohani Siswanto, juru bicara Fraksi Partai Gerindra, juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, merujuk pada pengantar nota keuangan maupun dalam nota keuangan tidak ditemukan keterlibatan BUMD. “Mengingat peran BUMD pada tahun anggaran 2022 sangat kurang, untuk itu kami perlu penjelasan bagaimana peran BUMD dalam proyeksi perubahan Pendapatan Daerah berdasarkan laporan semester 1 dan prognosis semester berikutnya,” tegasnya.

Sementara, Fraksi Partai Nasdem, melalui juru bicaranya M Ashari menandaskan bahwa secara umum mamahami beratnya tantangan yang dihadapi pemerintah untuk menghimpun pendapatan daerah. Untuk itu, dia menilai bahwa inovasi pelayanan menjadi factor kunci dari keberhasilan selama ini dalam pencapaian target peningkatan pajak daerah.

“Hanya saja, dari pos hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang bersumber dari laba atas penyertaan modal di BUMD, masih terus seperti suara kaset lama. Di luar BUMD kelompok bank dan yang tidak menjalankan penugasan dengan pembatasan tarf untuk fungsi pelayanan seperti perusahaan air bersih, potret BUMD kita secara umum jauh dari kata memuaskan. Sudah fungsi pelayanannya untuk afirmasi rendah, setoran deviden juga payah. Kami sudah tidak bisa berkata apa,” katanya.

Dia pun menandaskan bahwa entitas dari BUMD milik Pemprov Jatim ini makin relevan dibicarakan karena akibat regulasi perimbangan keuangan daerah yang akan berlaku pada tahun 2025. Bahkan, jika dikalkulasikan bisa menurunkan PAD Jatim hingga Rp 5 triliun dari sector kendaraan bermotor. “Bagaimana pemerintah menyiapkan rancang bangun BUMD kita, lebih dulu kami menunggu konsolidasi serius pemerintah,” tandasnya. (*)

Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.