20 April 2025

Get In Touch

Bung Karno: Lahir untuk Meraih Takdir

Presiden Soekarno menganugerahi Yuri Gagarin, Manusia pertama yang ke luar angkasa, dengan penghargaan tinggi Indonesia yaitu Bintang Adipradana. (Istimewa)
Presiden Soekarno menganugerahi Yuri Gagarin, Manusia pertama yang ke luar angkasa, dengan penghargaan tinggi Indonesia yaitu Bintang Adipradana. (Istimewa)

Akhir bulan Mei 2020 lalu, Juliantono Hadi -Kepala Sekolah SMK Dr. Soetomo Surabaya, mengirim video lawas hitam putih. Menceritakan dialog spesial  Antara Presiden Indonesia Ir. Soekarno dengan Preiden Uni Sovyet Nikita Khrushchev.

Ceritanya, sekitar tahun 1961, Nikita mengundang Soekarno datangke Moskow. Nikita ingin memperlihatkan pada Amerika Serikat kalau Indonesiaberada di belakang Blok Timur. Saat itu dunia memang sedang memanas antarapersaingan negara Blok Barat, AS dan sekutunya, melawan Uni Soviet.

"Tuan Khrushchev, saya bersedia datang ke Moscow. Tapi adasyaratnya, temukan makam Imam Bukhari, perawi hadis terkenal. Dia dimakamkan diSamarkand, Uzbekistan," ujar Soekarno.

Tentu saja Khrushchevyang komunis tulen bingung. Siapa Imam Bukhari? Pikirnya. Khrushchev punmeminta Soekarno mengganti syaratnya, tapi Soekarno menolak.

Maka pemerintah komunis Uni Soviet mati-matian mencari makam ulamabesar Islam ini. Bukan perkara mudah, Khrushchev pun hampir menyerah. Dialagi-lagi menawar syarat dari Soekarno. Tapi Soekarno bersikeras Soviet harusmenemukan makam Imam Bukhari.

Singkat cerita, lokasi makam Imam Bukhari berhasil ditemukan. Kondisinyasangat memprihatinkan dan tidak terawat untuk ukuran seorang ulama besar.Khrushchev pun dengan gembira menyampaikan hal itu pada Soekarno. Tak lupa,pihak Soviet merenovasi makam itu sedikit agar tak berantakan.

Maka akhirnya Soekarno mengunjungi Moskow. Tak lupa dia berziarahke tempat Imam yang sangat dikaguminya ini di Samarkand, Uzbekistan.

Cak Joel, sapaan akrab Juliantono Hadi, menulis pesan, ”Saatnya jalan-jalan. Target lawatan luar negeri ke Uzbekistan jika Covid sudah reda…”

***

Tiga tahun silam, bertepatan dengan tanggal 6 Juni 2017, Harian Republika edisi Selasa 11 Ramadhan 1438 H menurunkan tulisan “Sukarno dan Islam.” Artikel itu ditulis lewat sudut pandang yang dalam. Dikupas hingga delapan halaman koran.

Edisi “Sukarno dan Islam” secara kebetulan hadir pada saat umatIslam tengah menjalani ibadah puasa Ramadhan 1438 H. Artikel ini menjadi pemikiranmasyarakat, yang ingin melihat sejarah tentang eratnya hubungan Islam dengan Nasionalisme.

Nilai-nilai terkandung dalam Pancasila adalah juga nilai-nilaiIslam. Sila demi sila dalam Pancasila merupakan bagian penting dalam ajaranIslam.

Bung Karno menjadi salah satu cermin untuk melihat lebih jauhhubungan Islam dan nasionalisme pada sejarah perjalanan rakyat Indonesia. Inijuga menjadi bagian ikhtiar menguatkan persatuan dan kerukunan bangsa dalamwadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menjadi nama jalan di Maroko (Ist)

Ir. Sukarno presiden pertama Republik Indonesia. Dia salah satupendiri bangsa terbilang sangat melegenda. Sebagian tokoh berpendapat, hinggasekarang Indonesia serasa belum memiliki tokoh sekaliber Bung Karno.

Pidatonya garang, selalu memikat dan menakutkan dunia. Orasinyalantang menggerakkan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Secara pribadiada dua hal dalam catatan ingatan saya, tentang Bung Karno.

Ingatan pertama, tahun 1982 sewaktu masih awal meniti karirmenjadi jurnalis, sebagai wartawan Harian Pos Kota Jakarta meliput acaraperingatan (haul) wafatnya Bung Karno di kota Blitar, Jawa Timur.

Haul ke 12 ini baru pertama kalinya diadakan untuk umum. SejakBung Karno wafat tanggal 21 Juni 1970, biasanya cukup diperingati oleh kalangankeluarga dekat saja. Belum pernah dihadiri khalayak ramai. Media Jakartamelihatnya sangat istimewa, kalau enggan disebut peristiwa besar.

Kepadatan orang terasa sejak pagi hingga malam, terutama diJalan Sultan Agung, kediaman Bu Wardojo, kakak kandung Proklamator RI.Gelombang massa juga mengular di Bendogrit, lokasi pemakaman Bung Karno.

Sebagai wartawan pemula, mendapat tugas liputan ini senangnya bukankepalang. Salah satu jepretan kamera yang tersimpan rapi sampai sekarangkehadiran Ratna Sari Dewi, salah seorang istri Bung Karno. Bahkan foto wanitakelahiran Jepang ini masih dicetak menggunakan kertas hitam putih.

Ingatan kedua, saya menghadiri seminar “PelurusanSejarah Tempat Kelahiran Bung Karno” di Balai Pemuda Surabaya, 28 Agustus 2010.Dr. Ir. Yuke Ardhiati, pengajar Magister Desain Universitas Trisakti Jakartamengungkap sisi lain terkait sang Proklamator Republik Indonesia.

Salah satu paparannya merupakan hasil temuan baru: Sukarnolahir di Surabaya. Bukan di Blitar sebagaimana yang tertuang dalam bukupelajaran sejarah di sekolah.

Meraih Takdir

Tanggal 6 Juni 1901 disebuah rumah sekitar Pasarbesar Surabaya, seorang orok lahir menatap dunia. Iadiberi nama Koesno Sosro Sukarno. Sang bapak, Raden Soekemi Sosrodihardjo,bahkan tak mampu memanggil dukun beranak.

Menjadi nama salah satu jalan di Mesir (Ist)

Di depan rumah mereka,ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai yang berasal dari Bali, memangku bayi Sukarnoseraya menghadap ke timur. Ketika fajar merekah Sang Ibunda membayangkan,Sukarno menjadi seorang pemimpin besar,

"Engkau akanmenjadi pemimpin rakyat, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saatfajar mulai menyingsing. Jangan lupakan itu, Nak, bahwa engkau ini Putra SangFajar."

Pemaparan menarik. Ada beberapa unsur pengaruh yangmenggambarkan pengalaman dan kebiasaan Sukarno sejak usia muda. Yaitu timanganatau kekudangan yang dilakukan oleh ibundanya.

Dalam setiap prosesi timangan atau kekudangan sangibu selalu membisikkan pujian dan harapan agar Sukarno kelak menjadi Karna. Dia adalah pahlawan pembuka zaman kegelapanmembentuk sikap mental pemimpin, percaya diri serta berani tampil menonjol.

“Belajarlah mulai dari timangan ibu, sampai liang lahat”. Barangkali pepatah ini pantas didengungkan kembali sebagai refleksi keluargaIndonesia. Timangan dan kudangan mutlakmenjadi miliknya para ibu, sementara anak-anak bertindak secara sadar meraihtakdirnya.

Sejarah tidak memilihnya secara kebetulan. Melalui ratusan bukubiografi yang telah diterbitkan dalam berbagai bahasa menggambarkan sosokpemimpin fenomenal ini. Sukarno memang terlahir sebagai pemimpin, dan bertindaksecara sadar untuk meraih takdirnya.

Ada yang bilang Juni adalah bulan Bung Karno. Tanggal 6 Juni1901 dia dilahirkan. Proklamator dan Bapak Pancasila itu wafat pada hariMinggu, 21 Juni 1970. Kemudian sejak tahun 2016 masyarakat Indonesiamemperingati Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni.

Catatan Arifin BH, Pemimpin Redaksi Lentera Today

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.