
SURABAYA (Lenteratoday) – Fenomena El Nino diprediksikan akan membawa dampak pada ketahanan pangan di Indonesia termasuk di Jatim. Untuk itu, Komisi B DPRD Jatim mengharapkan supaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim segera mengambil langkah antisipasi dampak El Nino untuk tetap menjaga ketahanan pangan di Jatim.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Mahdi, mengatakan BMKG telah memprediksikan bahwa dampak dari El Nino akan mengakibatkan musim panas di Indonesia termasuk di Jatim akan lebih panjang dan lebih kering dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Kondisi ini akan mengancam sawah – sawah khususnya yang memiliki pola tadah hujan.
“Menghadapi hal ini kami mengharapkan supaya Pemprov Jatim melakukan antisipasi. Kami mengharapkan ada formulasi untuk mengantisipasi masalah ini, sehingga tidak membawa dampak terlalu besar pada petani,” tandas politisi yang akrab dengan sapaan Habib Mahdi ini, Rabu (2/8/2023).
Lebih lanjut dia mengatakan, kekeringan ini nanti tidak segera dilakukan upaya antisipasi, maka kemungkinan besar akan terjadi kegagalan panen karena kekurangan air. Kegagalan penen ini tidak hanya pada padi saja namun juga pada produk pertanian lainnya, termasuk jagung.
“Potensi gagal panen ini lebih banyak pada sawah-sawah tradisional yang masih mengandalah pengairan dari tadah hujan. Jika ini terjadi maka akan mengancam ketahanan pangan kita. Terlebih lagi Jatim ini adalah termasuk lumbung pangan di Indonesia,” tandas politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Jika produksi pertanian terganggung maka dikhawatirkan akan berdampak luas pada sector lainnya. Sebab, pendapatan petani akan menurun sehingga akan berdampak perekonomian masyarakat pada umumnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa meminta kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas PU Sumber Daya Air, Dinas ESDM, dan pihak terkait untuk menyiapkan mitigasi dan antisipasi El Nino.
"Bencana Kekeringan sudah terjadi di berbagai daerah. Jangan sampai kemudian berdampak pada produksi pertanian kita, terutama padi. Oleh itu antisipasi ini saya minta dikoordinasikan oleh asisten untuk bisa memetakan daerah mana yang membutuhkan tambahan dukungan irigasi," katanya.
Untuk saat ini, mantan Menteri Sosial RI itu menekankan perhatian pada tiga wilayah penghasil padi tertinggi, yakni Lamongan, Ngawi, serta Bojonegoro. Jika di lapangan tidak memungkinkan menggunakan aliran air sungai atau sumber air yang ada , tuturnya, pemerintah bisa menggunakan sumur-sumur bor di sawah seperti yang dilakukan Kabupaten Ngawi.
Khofifah lebih jauh mengajak seluruh elemen untuk belajar dari pengalaman saat pandemi Covid-19. Di mana, meskipun berada di tengah krisis, produksi padi Jawa Timur merupakan yang tertinggi di Indonesia pada 2020 hingga 2022. "Maka ini menjadi pembelajaran yang baik bagi kita semua. Agar kemudian kita bisa belajar dari best practice tahun tahun itu," katanya. (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi