
SURABAYA (Lenteratoday) – Menghadapi era society 5.0, para perawat ke depan harus lebih kompetitif dan memiliki kreativitas. Lulusan perawat tidak harus bekerja di rumah sakit, tapi juga harus bisa praktik mandiri atau kelompok.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Timur (DPW PPNI) Jatim Prof Dr Nursalam, M Nurs (Hons) saat mengambil sumpah 85 tenaga perawat baru di Surabaya secara hybrid, yakni online dan offline di Hotel Ibis, Selasa (17/01/2023).
“Para lulusan perawat juga dituntut untuk lebih memiliki kreativitas di era society 5.0 saat ini. Sebab, lulusan perawat juga harus bisa praktik mandiri atau kelompok. Dengan meningkatkan kemampuan, setiap perawat memiliki peluang membuka praktik sendiri,” ujar Nursalam saat memberikan sambutan.
Pengambilan Sumpah Perawat ini juga sebagai salah satu syarat wajib untuk mengajukan Surat Tanda Registrasi (STR). STR merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan (nakes) yang telah memiliki sertifikat kompetensi. Nakes yang telah memiliki STR dapat melakukan aktivitas pelayanan kesehatan.
STR dapat diperoleh jika setiap nakes telah memiliki ijazah dan sertifikat uji kompetensi yang diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji kompetensi. Ijazah diterbitkan perguruan tinggi peserta didik dan sertifikat uji kompetensi yang diterbitkan oleh Pendidikan Tinggi (Dikti).
Lebih lanjut Nursalam mengatakan, para lulusan perawat yang sudah disumpah wajib mematuhi dan menjaga kode etik keperawatan. Di dalam kode etik keperawatan itu berisi 5 pilar untuk bertindak adil selama dalam melakukan aktivitas pelayanan kesehatan.
“Lima pilar dalam kode etik keperawatan itu, yakni perawat dan klien, perawat dan praktik, perawat dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, serta perawat dan profesi. Selain itu, juga harus bijak dalam bermedia sosial”, ujar Nursalam saat memberikan sambutan.
Nursalam menambahkan, per tahun sekitar 22.000-40.000 lulusan perawat harus menganggur. Dari seluruh lulusan, hanya sekitar 20 persen saja yang terserap.
Melihat fenomena ini, hemat Nursalam dibutuhkan pusat-pusat pelatihan untuk menyiapkan profesionalisme dan kompetensi perawat. Selain untuk mempersiapkan penempatan di negara-negara yang kekurangan perawat, seperti Jepang dan Timur Tengah, juga mengembangkan program Pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) di Jawa Timur.
Hingga saat ini, jumlah perawat di Jawa Timur mencapai 98.992 orang, yang tersebar di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, atau tercatat terbanyak di Indonesia. (*)
Reporter: Santi Andriana | Editor : Lutfiyu Handi