
SURABAYA (Lenteratoday) - SSC (Surabaya Survey Center) sebagai lembaga survey siap secara terbuka menerima masukan soal transparansi dana. Hal ini untuk menghindari pandangan negatif dari masyarakat terait lembaga survey yang bisa memberikan hasil sesuai pesanan.
"Transparansi jadi bagian yang wajar. Dan harus dijelaskan pada publik," kata Peneliti Senior SSC, Surokim Abdus Salam, ketika menjawab pertanyaan wartawan dalam acara konferensi pers Geliat Elektoral Menuju 2024, Jumat (13/1/2023).
Seperti yang diketahui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan bahwa lembaga survey bisa dibeli. Sehingga lembaga survey menjadi sorotan publik. Itu setelah ada beberapa kejadian miring dan kritikan tajam yang datang.
Kemudian ada juga keterangan dari pihak KPK. Bahwa beberapa kepala daerah yang tertangkap karena kasus korupsi mengalirkan uangnya sebagian ke lembaga survey.
Surokim melanjutkan upaya pihaknya soal transparansi ini salah satunya adalah membuka hasil surveynya secara terbuka ke publik dan selalu dihadiri wartawan. "SSC tidak pernah presentasi tak dihadiri wartawan. Ini bagian dari transparansi," tegas dia, Jumat (13/1/2022).
Demikian juga soal transparansi sumber pendanaan dan biaya yang dikeluarkan selama survey. Surokim sepakat itu juga bisa disampaikan ke publik. "Karena transparansi adalah bagian dari kode etik. Jadi tidak perlu dituntut," bebernya.
"Sekali lagi saya setuju. Ada laporan lembaga survey di setiap rilis itu sumber pendanaan. Apakah itu bersumber dana hibah atau bagaimana. Untung kalau dapat dana hibah itu," lanjut pria yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo Madura ini.
Saat ini, kata Surokim, SSC sudah memasuki usia yang ke 15 tahun. Dia bersama peneliti lainnya tak ingin membuat 15 tahun yang sudah dibangun ini kemudian menjadi tak berarti apa-apa.
"Kepercayaan itu yang selalu dijaga. Dan kita juga tak pernah pat gulipat. Semua hasil survey SSC kita umumkan secara terbuka," cetus dia.
Surokim lalu berkelakar jika pihaknya bermain-main soal hasil survey tentu sudah kaya sejak dahulu. "Peneliti SSC ini tidak ada yang penampilannya metropolis. Keliatan guratan kemiskinan," imbuhnya seraya tertawa. (*)
Reporter : Miranti Nadya | Editor : Lutfiyu Handi