22 April 2025

Get In Touch

Miliki 3 Camp Liponsos, Dinsos Kota Malang Gencar Upayakan Rehabilitasi Sosial Dasar pada PMKS

Ilustrasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Malang.
Ilustrasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Malang.

MALANG (Lenteratoday) – Miliki 3 Camp Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos), Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB) Kota Malang, terus berupaya lakukan rehabilitasi sosial dasar kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Kepala Bidang Rehabilitasi Perlindungan Jaminan Sosial (Replinjamsos) Dinsos-P3AP2KB Kota Malang, Titik Kristiani, mengatakan saat ini terdapat 14 warga binaan yang masih berada dalam 3 shelter Liponsos, di Kota Malang.

“Namanya Camp Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Assesment. Karena kan kita ada 3. Dari 3 tempat, jumlah totalnya 14 orang. Datanya di Camp assesment Kedungkandang itu 4, kemudian Tuna Widma Karya (TWK) di Sukun itu 6, terakhir di Pondok Lansia Jalan Sunan Muria, itu 4 orang. Itu data per tadi malam,” ujar Kabid Replinjamsos Dinsos-P3AP2KB Kota Malang, Titik Kristiani, pada Sabtu (17/12/2022).

Titik menjelaskan, Camp Assesment Liponsos di Kota Malang, memang diperuntukan bagi PMKS yang terjaring operasi pengamanan Satpol PP. Serta orang-orang terlantar yang tidak masuk kriteria lansia ataupun lansia bedridden, yakni lansia yang hidupnya sangat bergantung pada orang lain.

“Kalau pondok lansia yang di Sunan Muria, itu diperuntukkan bagi lansia terlantar, tapi yang masih sehat. Sedangkan untuk TWK Sukun, itu diperuntukkan bagi lansia bedridden. Contohnya itu seperti yang tidak bisa jalan. Tetapi tentu saja itu shelter istilahnya, jadi tidak tinggal disitu selamanya,” imbuhnya.

Disebutkannya bahwa lama masa tinggal PMKS di masing-masing shelter Liponsos yakni, mulai 7 hari hingga maksimal 3 minggu, termasuk masa perpanjangan binaannya. “Masa tinggal di shelter itu adalah 7 hari, dan bisa diperpanjang 7 hari kali 2. Jadi 3 minggu mereka tinggal disana,” cetusnya.

Lebih lanjut, Titik mengungkap bahwa Dinsos selalu memberikan pembinaan pada masing-masing PMKS di setiap shelter. Menurutnya, setelah seorang PMKS dibawa ke shelter masing-masing, maka petugas Dinsos akan melakukan assesment untuk mengidentifikasi keberadaan anggota keluarga para warga binaan.

“Jadi, petugas itu harus melakukan assesment terhadap orang-orang tersebut. Untuk kemudian dilakukan reunifikasi atau dikembalikan ke keluarga,” ungkapnya.

Akan tetapi, Titik melanjutkan bahwasannya proses reunifikasi tidaklah mudah dilakukan. Ia menyebutkan, terkadang terdapat keluarga PMKS yang tidak mau menerima kembali atau bahkan keberatan untuk menampung PMKS. Menghadapi hal tersebut, Titik mengaku akan melibatkan RT/RW serta lurah setempat untuk proses reunifikasinya.

“Bahkan, dulu pernah ada disabilitas yang ditemukan di stasiun, duduk di kursi roda. Nah itu kami tampung cukup lama. Kami bawa berobat juga ke RSSA, sambil kami mengedukasi keluarganya. Akhirnya bisa kembali ke keluarganya, ada istrinya. Rumahnya di daerah kabupaten (Malang),” urainya.

Selain itu, Titik juga menyebutkan contoh lain terkait masalah yang pernah terjadi pada saat melakukan rehabilitasi sosial dasar. Yakni, alotnya proses reunifikasi anak yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual, untuk dapat kembali diterima di lingkungannya.

Titik menuturkan, pihaknya harus meminta bantuan langsung dari Kementerian Sosial (Kemensos RI), agar disediakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk dapat membantu masa pembinaan pelaku yang masih di bawah usia.

“Anaknya ini sudah kami bina 1 bulan, kemudian kami kembalikan ke keluarga. Sudah berubah sangat baik kelakuannya. Tapi, ternyata warga disana masih sulit untuk menerima. Akhirnya dia stress, merasa dikucilkan. Kami carikan UPT yang bisa merehab dia. Kami bersurat ke Kemensos, alhamdulillah si anak bisa dikirim ke Balai Antasena, Magelang,” jelasnya.

Di akhir, Titik menyampaikan bahwa penting bagi Dinsos-P3AP2KB untuk melakukan assesment dan menelusuri keluarga para PMKS. Sebab, menurutnya setiap orang perlu untuk merasa kembali dirangkul oleh keluarga, setelah menjalani proses pembinaan.

Selain itu, Titik juga mengaku senantiasa berkoordinasi bersama UPT-UPT lain, apabila terdapat keluarga yang memang tidak berkenan untuk kembali bersama dengan PMKS paska dilakukannya pembinaan. (*)

Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.