
Surabaya- Berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/1377/V/KEP./2020 tanggal 1 Mei 2020 yang ditandatangani atas nama Kapolri, oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan digantikan oleh Irjen Fadil Imran yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Kapolri bidang Sosial Budaya.
Siapa Inspektur Jenderal Pol Dr M Fadil Imran MSi yang kini menjadi Semeru 1 ini? Jejak karir Fadil Imran bak meniti anak tangga, pelan tapi pasti setiap langkah menuju posisi lebih tinggi. Pria kelahiran Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, 14 Agustus 1968 silam ini meniti karir sejak lulus AKPOL 1991 silam. Sejumlah jabatan yang pernah didudukinya menjadi warna khas dalam perjalanan karirnya sebagai anggota Polri.
Sebagai perwira Polri, Fadil memiliki keahlian dibidang reserse. Dibuktikan dengan keberhasilannya mengungkap berbagai kasus besar seperti kasus mutilasi yang mengguncang ibukota beberapa tahun lalu. Seiring dengan perjalanan waktu, Fadil dipercaya menjabat Kapolres KP3 Tanjungpriok, Jakarta. Kemudian Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau (Kepri). Tidak berapa lama kemudian, ditugaskan sebagai Kapolres Metro Jakarta Barat, selanjutnya mengikuti pendidikan Sespati Polri.
Selepas pendidikan Sespati, Fadil dipercaya dan ditunjuk sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya di tahun 206. Penugasan Fadil Imran sebagai Dirkrimsus sekaligus memperkaya khasanah ilmu reserse yang dimilikinya. Hingga awal Maret 2018, Brigjen DR Muhammad Fadil Imran diberikan tanggungjawab untuk menakhodai Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Ditpiter) Bareskrim Polri.Hingga kemudian pada 2019, Fadil Imran dipromosikan menjadi Staf Ahli bidang Sosial Budaya (Sahlisosbud) Kapolri.
Bukan hanya cemerlang dalam mengimplementasikan ilmu kepolisian dan piawai memanajemen organisasi yang dipimpinnya, Fadil Imran juga tak pernah surut semangat untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan di perguruan tinggi. Di tengah kesibukan dan waktu yang tersita karena tuntutan tugas sebagai perwira Polri, Muhammad Fadil Imran saat berpangkat Komisaris besar (Kombes) telah berhasil menyabet gelar Doktor kriminologi dari Universitas Indonesia (UI).
Walhasil, tak sekadar ahli di bidang kepolisian, Fadil Imran juga terkenal sering menjadi narasumber-narasumber berbagai topic karena kelihaiannya dalam berkomunikasi. Bahkan, dia tampaknya memiliki hoby menulis juga. Ini terbukti dari website pribadinya https://fadilimran.com/yang berisi pemikiran dan opini mengenai isu-isu terbaru dan terhangat di masyarakat.
Salah satu tulisannya berjudul Pemolisian di Era Pandemi Covid-19. Dalam tulisannya Fadil Imran menuliskan posisi polisi yang rentan terhadap wabah. “Polisi diuji total saat pandemi Covid-19 sekarang. Di satu sisi, wajib memelihara keamanan-ketertiban. Sisi lain, dicurigai keluar dari tugas pokok dan fungsinya. Sisi lain lagi, polisi rentan terpapar Covid-19.”
Dia juga menuliskan mengenai kecurigaan Polri sudah keluar dari tugas pokok dan fungsinya. Seolah melampaui kewenangan karena ikut mengawal jenazah korban Covid-19 yang pemakamannya ditolak sebagian kecil masyarakat.” Lantas, membuat dapur umum. Juga penyemprotan disinfektan.Kecurigaan itu (terutama mengawal pemakaman), jika digembor-gemborkan melalui media sosial, maka seolah-olah polisi tidak berpihak ke masyarakat.”
Menurutnya hal tersebut sebenarnya juga menjadi tugas polisi. Sebab, wabah penyakit yang melanda dunia termasuk Indonesia sangat berdekatan dengan munculnya kriminalitas.” Polri berusaha meredam terjadinya civil unrest. Juga menjaga ketertiban sosial. Ini tugas pokok dan fungsi polisi.Coba, seandainya penolakan pemakaman dibiarkan. Bakal menimbulkan gejolak sosial. Kekacauan sosial. Ujung-ujungnya, kriminalitas meluas.”
Dikatakannya, bencana berdampak perubahan (lebih tepat penambahan) bentuk kejahatan.Terdapat banyak bukti, bahwa seiring terjadinya bencana, tindakan anti-sosial dan kejahatan juga ikut terjadi. Dicontohkannya fenomena kelompok anarcho-syndicalism dan ojek online. Ini sekaligus menegaskan bahwa bencana merupakan criminogenic situation.
“ Mari kita belajar mengembangkan early warning systems. Mengembangkan disaster continuity and recovery plan komprehensif. Juga memperkuat sistem sosial. So, marilah kita bersama bedoa, agar badai ini segera berlalu.” (*)