20 April 2025

Get In Touch

Menyoal Kejelasan Kasus Mahasiswa Unair Herman-Bimo, Aktivis yang Hilang dalam Tragedi 98

Nobar dan diskusi di Gedung C Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, terkait hilangnya aktivis 98, pada Kamis (24/11/2022). (Foto:endang/lentera)
Nobar dan diskusi di Gedung C Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, terkait hilangnya aktivis 98, pada Kamis (24/11/2022). (Foto:endang/lentera)

SURABAYA (Lenteratoday) – Sudah 24 tahun reformasi berjalan, ironisnya kasus hilangnya aktivis 1997-1998 hingga kini tak jelas rimbanya. Jelang International Human Right Day yang diperingati tiap 10 Desember, diskusi mahasiswa dan aktivis digelar di Gedung C Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, pada Kamis (24/11/2022). Untuk diketahui, dalam penculikan aktivis pro-demokrasi ada dua mahasiswa Unair yang ikut hilang yaitu  Herman dan Bimo Petrus.

“Saat bertemu dengan generasi muda yang masih mau mendengar dan berdiskusi tentang masalah ini, saya kembali bersemangat, merasa optimistis. Namun melihat proses hukum selama 24 tahun ini, saya merasa pesimistis,” ujar Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Dandik Katjasungkana.

Kegiatan tersebut mengajak peserta nonton bareng (nobar) film dan diskusi mengenai ‘Herman dan Bimo, Aktivis yang Hilang Sejak 1998’. Dandik Katjasungkana sebagai salah satu saksi sejarah dari rangkaian kejadian penting di negara ini, terutama pada tahun 1998 mengawali diskusi dengan menceritakan kejadian menjelang hilangnya para aktivis di tahun 1998.

Diungkapkan Dandik, dirinya bersama aktivis mahasiswa lain, pernah memimpin aksi massa sebanyak 2.500 buruh di kawasan Tandes Surabaya. Aksi ini diwadahi oleh Serikat Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) maupun Partai Rakyat Demokrasi  (PRD).

Dalam proses konsolidasi dan advokasi terhadap  masyarakat yang terpinggirkan itu, beberapa kawannya diculik. Dua aktivis yang di tahun 1998 itu berstatus mahasiswa Universitas Airlangga, Herman Hendrawan dan Petrus Bimo tidak kembali hingga saat ini. Selain dua orang tersebut, 13 orang lain juga hilang dalam masa rezim orde baru.

Meski telah berjalan 24 tahun lamanya dan presiden juga telah berganti hingga 6 kali, kasus hilangnya para aktivis tak juga terselesaikan. Dikatakannya, mereka yang hilang tak juga ditemukan, dan pihak aparat bersenjata yang terlibat dalam kasus tersebut, ternyata tidak mendapat hukuman, malah kini menduduki posisi penting dalam pemerintahan.

“Usai vonis terhadap para pelaku penculikan, para pelaku melakukan banding, dan semua dikabulkan. Bahkan ada yang kemudian menjabat Pangdam,” ujar Dandik.

Sementara pejabat militer yang dinilai secara hukum bertanggung jawab, malah kebal hukum. “Pada saat proses hukum berjalan, para petinggi yang terlibat justru mendapat imunitas,” tambah Dandik.

Dandik juga menyampaikan pihaknya telah mengupayakan berdirinya monumen mengenang hilangnya para aktivis 1998.  “Pihak Dekan FISIP Unair tidak mengizinkan berdirinya monumen tersebut dengan alasan hilangnya para aktivis adalah peristiwa politik, dan tidak ada hubungannya dengan dunia pendidikan. Padahal monumen itu penting sebagai penanda dari peristiwa kejahatan kemanusiaan ini,” terang Dandik.  

Sementara Damar Jagad Gautama, mewakili panitia penyelenggara Nobar dan Diskusi, mengatakan, pihaknya akan berupaya untuk mendesak kepada petinggi kampus agar memberikan ijin pendirian monumen. “Tadi telah disampaikan bagaimana situasi terakhir dari upaya pendirian monumen dan kini kami akan berupaya mendesak pihak kampus agar bisa mendirikan monumen itu,” ucap Damar.

Dipaparkan Damar, dalam rangka memperingati Human Right Day 2022 ini diselenggarakan secara kolaboratif dari tiga lembaga, yaitu Pusat Studi HAM Fakultas Hukum Unair, Pusat Studi Pluralism Hukum, dan Fakultas Hukum dan Amnesty Internasional Chapter Unair. “Kegiatannya ada Diskusi bertema IKN dan Ekonomi 2025, Nobar dan Diskusi Herman dan Bimo, serta Diskusi bertopik Minoritas Agama dalam pandangan HAM. Selain itu, juga ada pameran dan pentas seni,” ucap mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2020 ini.(*)

Reporter : Endang Pergiwati | Editor:Widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.