
SURABAYA (Lenteratoday) - Untuk membantu pengrajin tempe dalam meningatkan kualitas dan juga efisiensi pekerjaan, dua mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Agus Rianto dan Lutfi Rahman Fadila dari program studi (prodi) Teknik Industri mengembangkan alat pencampur ragi dan kedelai.
Mereka memandang, proses pencampuran kedelai dengan ragi yang dilakukan secara tradisional membutuhkan waktu cukup lama dan kurang efektif. Selain itu, proses pencampuran ragi dengan kedelai akan sangat mempengaruhi kualitas kepadatan tempe.
Maka, dengan alat mesin pencampur ragi dengan kedelai yang mereka kembangkan untuk home industry atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), akan mampu menghasilkan kualitas tempe lebih bagus. Selain itu juga menghemat waktu dan tenaga para pengrajin.
Inovasi yang dilakukan lakukan berawal dari keprihatinan terhadap hasil produksi tempe dari UMKM di Dusun Jajar, Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Padahal, produksi tempe di kawasan tersebut telah ada sejak tahun 1980-an.
“Input bahan baku biji kedelai pada home industry tersebut mencapai 75 kg hingga 90 kg biji kedelai per hari dengan jumlah tenaga kerja sebanyak dua orang,” ujar mahasiswa bimbingan Putu Eka Dewi Karunia Wati S.T., M.T.
Untuk meningkatkan kualitas tempe dan pendapatan UMKM, Agus dan Lutfi, berhasil mengembangkan alat pencampur ragi dan kedelai dengan bahan yang lebih higienis serta kapasitas lebih besar.
“Alat ini menggunakan bahan baku jenis SUS (Steel Uses Stainless) yang disinyalir tahan terhadap oksidasi atau korosi sehingga mampu menjaga tingkat sterilisasi objek yang diaduk,” terang Lutfi.
Lutfi menambahkan alat ciptaannya bersama Agus mampu memproduksi tempe yang memenuhi standar dengan tingkat efisiensi waktu dan biaya produksi. “Sudah pernah diujikan langsung di Dusun Jajar, berdasarkan penghitungan pada proses pencampuran ragi dan kedelai terdapat tingkat selisih kapasitas maksimal sekitar 30 menit atau setara dengan 50%," katanya.
Selain itu dengan acuan upah tenaga kerja 60.000 per hari dan proses pencampuran manual membutuhkan waktu sekitar 60 menit, lalu dibandingkan dengan biaya penggunaan alat yang hanya memakan 501 rupiah per hari maka terdapat selisih biaya produksi sebanyak 76,922% ,” ungkap Lutfi.
Dengan adanya mesin pencampur ragi tempe dan kedelal untuk home industry tempe, calon wisudawen Unteg Sursbaya periode semester genap 2022/2023 berharap tugas akhirnya tentang ‘Perencengan Alat Mixer Ragi Tempe dengan Biji Kedelai pada Home Industry Tempe’ mampu membantu UMKM khususnya home industry tempe dalam membarikan efisien waktu, frekuensi, dan blaya sehingga mempu mendorong produktivitas UMKM untuk lebih berkembang. (*)
Reporter : Rahmad Suryadi | Editor : Lutfiyu Handi