
JAKARTA (Lenteratoday)- Pemerintah dikabarkan belum akan mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi pada pekan ini. Hal itu dikatakan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Meski demikian kabar burung yang beredar, akan ada perubahan harga per 1 September nanti. Benarkah?
"Belum Minggu ini, kita masih melakukan exercise kalau begini berapa, kalau revisi ini dampaknya apa Ini dihitung secara keseluruhan dan selalu diingatkan pak Jokowi dihitung hati-hati dulu," terang Menteri Arifin Tasrif, dikutip Sabtu (27/8/2022).
Menteri Arifn mengatakan, pemerintah masih harus menghitung detil penyesuaian harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini. Berdasarkan pemerintah, penyesuaian harga ini harus dihitung secara hati-hati.Menteri Arifin juga belum bisa memastikan, kapan pengumuman kenaikan harga bisa dilaksanakan, begitu juga berapa kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi tersebut.
Beberpa pihak memprediksi, kemungkinan kenaikan harga BBM Pertalite di SPBU Pertamina masih akan berada di bawah Rp 10.000 per liter dengan range kenaikan Rp 1.000 sampai Rp 2.500 dari harga yang saat ini Rp 7.650 per liter.
Bersamaan dengan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya buka-bukaan soal perhitungan bengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dan Pertalite. Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo berpesan agar Kementerian Keuangan dapat menghitung aspek subsidi BBM dan bisa memberikan penjelasan yang komplit mengenai evolusi dan perubahan yang terjadi dari sisi APBN.
"Saya akan melakukan beberapa penjelasan maupun kemarin di DPD mengenai kondisi dari APBN terkait subsidi BBM. Jadi supaya bisa lebih menjelaskan dan sekaligus memberikan juga transparansi mengenai desain dari kebijakan pemerintah dari subsidi BBM yang jadi perhatian masyarakat luas," papar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jumat (26/8/2022).
Dari sisi APBN 2022, Sri Mulyani mengaku telah menyampaikan kepada DPR terkait dengan perubahan yang sangat besar terkait dengan asumsi harga ICP. Kemenkeu menghitung bahwa ICP telah meningkat dari US$63 menjadi US$100 per barel. "Ini juga yang memberatkan Pertamina dan PLN," paparnya.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan penyesuaian, baik nilai tukar Rp14.450/US$ dan ICP US$100, pada Juli 2022. "Sesudah dibahas dengan DPR, maka basis baru disepakati, termasuk kami menyampaikan ICP implikasi US$100, besaran subsidi berubah," ungkapnya.
Postur APBN dengan Perpres 98/2022, pemerintah menyampaikan ada kenaikan komoditas, selain minyak. Perpres itu, kata Sri Mulyani, mengakomodasi perubahan tersebut.
Pendapatan negara naik Rp 420 triliun menjadi Rp 2.266,2 triliun. PNBP juga meningkat Rp 146 triliun menjadi Rp481,6 triliun dari semula Rp 335,6 triliun.
Di sisi pendapatan ada berita baik, tetapi di sisi belanja subsidi meningkat. Alhasil, pemerintah harus menaikkan subsidi. Jika tidak, PLN dan Pertamina tidak dapat bertahan. Subsidi kompensasi meningkat tajam dari Rp 8,5 triliun ke Rp 293,5 triliun."Subsidi dan kompensasi itu identik, tapi poinnya membayar untuk komoditas energi yang harganya tidak berubah walaupun harga di luar sudah berubah," ungkapnya.
Dengan demikian, pemerintah memberi subsidi dan kompensasi lewat Pertamina dan PLN untuk rakyat. Alhasil, belanja negara naik menjadi Rp 3.106,4 triliun atau naik Rp 392 triliun.(*)
Reporter: hiski,rls | Editor:widyawati