
SURABAYA (Lenteratoday) – Fraksi-fraksi di DPRD Jatim sepakat dan setuju laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Provinsi Jatim tahun 2021 ditetapkan sebagai peraturan daerah (Perda), Jumat (1/7/2022). Namun demikian, terdapat beberapa catatan dari fraksi-fraksi sebagai upaya untuk membangun Jatim lebih baik.
Fraksi Partai Demokrat melalui juru bicaranya Kuswanto menyampaikan bahwa Pemporov Jatim perlu menjaga akuntabilitas keuangan agar dikelola dengan koridor good governance and clean government. Sebab, masih ada beberapa pendapatan yang mengalami penurunan dan tidak mencapai target.
Diantaranya adalah pendapatan transfer yang mengalami penurunan sebesar Rp 450,7 miliar dari target yang ditetapkan yaitu Rp15,64 triliun. Kemudian, lain lain pendapatan daerah yang sah juga mengalami penurunan sebesar Rp 49,66 miliar dari target yang ditetapkan sebesar Rp 200,23 miliar.
Untuk itu Fraksi Partai Demokrat memberikan beberapa rekomendasi. “Agar OPD-OPD dalam melaksanakan APBD tahun anggaran 2022 belajar dari pelaksanaan APBD tahun anggaran 2021 harus selalu membuat progress report secara berkala (per triwulan atau catur wulan) guna memudahkan memonitor kinerja secara digital. OPD-OPD membat aplikasi yang dapat diakses public mengenai realisasi anggaran APBD-nya,” tandas Kuswanto.
Sementara itu, Fraksi PAN melalui juru bicaranya M Khulaim, selain menanggapi masalah anggaran, PAN juga menanggapi terkait dengan BUMD. PAN berharap 7 BUMD dan 3 perusahaan lainnya bisa memberikan kontribusi pendapatan atau setidaknya tidak membebani keuangan pemerintah melalui skema penyertaan modal.
“Realisasi kontribusi dalam setiap tahun anggaran tidak begitu jauh dari target yang telah ditetapkan dalam APBD. Oleh karena BUMD didesain untuk makin mandiri dengan tata organisasi sesuai peraturan pemerintah no 54 tahun 2017 tentang BUMD, maka kami dari Fraksi PAN meminta pada gubernur untuk melakukan evaluasi komprehensif terhadap tata kelola dan kinerja BUMD,” tandasnya.
Juru Bicara Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim, H Muhammad Bin Muafi Zaini, juga memberikan catatan terhadap kinerja Tim Anggaran Pemprov Jatim. Fraksi Partai Golkar mengatakan Pemerintah Provinsi hendaknya sensitif untuk mengurangi jenis belanja yang tidak efisien. Seperti belanja barang, pemeliharaan, gedung, mobil dan lainnya. “Terlebih dimasa recovery ekonomi saat sekarang ini,” sebut politisi yang akrab disapa Gus Mamak ini.
Dia juga menyoroti dukungan anggaran untuk Biro Umum Setda terlihat cukup besar. Pada awal APBD 2021 murni sebesar Rp 266,2 milyar dan di P-APBD ditambah menjadi Rp302,9 milyar. Tetapi hanya diserap 92% sebagian besar untuk belanja modal. “Sesuatu capaian yang dirasa kurang sehat, perlu perhatian pada aspek perencanaan,” ingat Gus Mamak.
Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas, secara khusus Fraksi Partai Golkar memperhatikan tentang kapasitas dana Silpa Tahun Anggaran 2021 yang besarnya Rp 4,079 triliun lebih. Silpa bisa terjadi karena hal-hal yang dinilai positif dan didukung aturan, efisiensi ataupun kehati-hatian dalam merealisasi program.
Hal yang pasti adalah digunakan untuk mendanai belanja wajib di awal Tahun Anggaran 2022. Meskipun dinyatakan sudah terpakai Rp1,83 trilyun lebih. Namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah , bahwa penjabaran APBD di tuangkan dalam Peraturan Daerah.
“Oleh karena itu akan lebih bijak apabila penggunaan Silpa dibahas bersama dengan DPRD dalam forum anggaran untuk menyepakati kepentingan mana yang wajib dibayar, mana yang prioritas, mana yang bisa ditunda. Sehingga realisasinya menjadi pemahaman dan tanggungjawab semua pihak,” pungkas Gus Mamak.
Abdul Halim, Juru Fraksi Partai Gerindra, juga memberikan pandangan khususnya peran Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Jatim yang dinilai kurang terukur. Bahkan cenderung menggunakan pola pikir tanpa konsep matang. Sehingga seringkali dalam perjalanan pemerintahan di Pemprov Jatim terjadi persoalan-persoalan besar.
“Kami menilai bahwa salah satu poin penting yang sangat krusial dalam pengambilan kebijakan adalah analisa perencanaan yang matang dan komprehensif,” jelas Abdul Halim.
Dia menyebutkan, beberapa kali perubahan di tengah jalan dalam realisasi program Pemprov Jatim. Sehingga pihaknya menilai perlu dialokasikan secara cermat dalam pembahasan antara eksekutif dengan DPRD. Tentunya dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tidak menimbulkan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) karena penyerapan Anggaran yang kurang terukur.
“Untuk itu Gubernur perlu melakukan evaluasi atas kinerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Timur agar dapat melakukan kajian dengan lebih seksama sehingga serapan anggaran dapat lebih optimal dan dapat ditingkatkan sesuai dengan target yang telah ditetapkan,” tegas Abdul Halim. (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi