KOMPAKS Desak MA Tolak Gugatan Judicial Review Permendikbud Ristek tentang Pencegahan Kekerasan Seksual

MALANG (Lenteratoday) - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) desak Mahkamah Agung (MA) untuk tolak gugatan Judicial Review (JR) Permendikbud Ristek tentang Pencegahan Kekerasan Seksual. Dalam pernyataan resminya, mereka menilai gugatan ini akan menghambat dan kembali mempersulit perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
“Masyarakat sipil, pendamping korban kekerasan seksual, mayoritas masyarakat Indonesia menyambut baik terbitnya Permendikbud PPKS. Berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada tahun 2022, 92% responden yang mengetahui tentang Permendikbud PPKS mendukung keberadaan Permendikbud tersebut. Gugatan untuk membatalkan materi muatan dalam Permendikbud PPKS akan mencederai korban dan memundurkan langkah untuk melindungi generasi bangsa dari kekerasan seksual.” tegas mereka dikutip Sabtu (26/3/2022).
Untuk diketahui, pengajuan Uji Materiil ini dilakukan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Alasannya, SKB 3 Menteri ini dianggap bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 3, yang berbunyi Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Namun dalam pergolakan Uji Materiil ini, banyak lembaga yang mendesak MA untuk melakukan penolakan. Hal ini tak lain karena landasan pengajuan uji materiil ini bisa dibilang tidak sesuai dengan kondisi yang ada. KOMPAKS berpendapat, lahirnya peraturan ini merupakan terobosan hukum yang lahir dari kebutuhan dan pengalaman korban kekerasan seksual. Hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara komprehensif mengatur tentang kekerasan seksual.
Sebelumnya, lahirnya peraturan ini menjadi salah satu angin segar bagi para korban kekerasan seksual. Pasalnya sejauh ini tidak ada perlindungan secara hukum bagi korban kekerasan seksual, meski tiap tahun korban banyak berjatuhan.
Senada, mahasiswa S2 Universitas Brawijaya Nur Sitti Khadijah menuturkan, jika kehadiran Permendikbud 30/2021 itu akan bisa menolong para penyintas, dan memberikan perlindungan sebagaimana negara harus hadir.
“Ini merupakan langkah progresif dan bukti bahwa negara mau hadir untuk melindungi korban kekerasan seksual, sejauh ini masih belum ada perlindungan yang serius secara hukum, SKB 3 menteri ini seperti angin segar bagi penyintas,” ujarnya pada LenteraToday, Sabtu (26/3/2022).
Seorang mahasiswi dan pegiat isu disabilitas FeminisThemis Aulia Nabila F. A. L juga berpendapat, “Tanpa adanya Permendikbud PPKS ini, semua universitas ga akan jadi ruang aman bagi korban kekerasan seksual. Mahasiswa sebagai korban kekerasan seksual mau lapor ke mana? Ke kampus? Lapor ke tempat pengaduan?” ungkapnya. (*)
Reporter: Reka Kajaksana | Editor: Widyawati