
SURABAYA (Lenteratoday)- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) secara berkesinambungan melakukan penyerahan kompensasi korban terorisme yang merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020. Kali ini, santunan senilai Rp 2,5 miliar diserahkan untuk korban yang berdomisili di Jawa Timur (Jatim). Anggota DPR RI Bambang DH pun memberikan apresiasi atas kinerja LPSK selama ini.
“Anggaran LPSK memang naik, tapi sebenarnya dengan cakupan wilayah luas dan banyaknya jumlah kasus yang harus ditangani dengan keterbatasan personel, capaian saat ini sangat luar biasa,” kata Bambang DH dalam kegiatan Penyerahan Kompensasi Korban Terorisme di Wilayah Jatim di Vasa Hotel Surabaya, Kamis (17/3/2022).
Menurut data, tahun 2021 merupakan tahun pertama LPSK menjalankan bagian anggaran secara mandiri. Hasto menyebutkan, dari total pagu anggaran Rp143,563 miliar pada tahun lalu, realisasi penyerapan mencapai 98,45 persen atau sebesar Rp141,344 miliar. Di awal tahun ini, Komisi III DPR menyetujui peningkatan anggaran LPSK sebesar 92,14 persen dari pagu awal tahun 2021 Rp 79,417 miliar menjadi Rp152,595 miliar dalam pagu awal tahun 2022.
“Apresiasi juga kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu melalui CSR nya. Pegadaian, BNI, pertamina dan ke depan kami berharap makin banyak lagi yang mengulurkan tangan,” katanya.
Bambang DH menekankan, pemerintahan Indonesia saat ini sudah sangat bagus dalam memberikan hak dan perlindungan bagi korban terorisme jika dibanding negara lain.”Sangar care, coba dibandingkan dengan negara lain. Pemerintah memberikan kompensasi dengan payung hukum jelas. Perusahaan juga mau ikut ambil bagian memberikan bantuan,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di mengatakan pihaknya menyerahkan kompensasi untuk korban terorisme di wilayah Jatim.“Hari ini kita serahkan kepada 15 orang sebagai kompensasi korban terorisme di wilayah Jawa Timur,” ujarnya.
Rinciannya, 4 orang korban meninggal dunia terkait peristiwa terorisme Bom Bali I dan II serta ledakan bom Gereja Pantekosta Pusat. Untuk korban meninggal dunia kompensasi diberikan kepada ahli waris. Ada 2 orang mengalami luka berat terkait terorisme Bom Bali II dan Penyerangan Masjid Falatehan Jakarta Timur tahun 2017. Sementara itu 8 orang luka sedang dalam peristiwa terorisme BOM MCD Makasar, Kontak Senjata Poso tahun 2015, ledakan Bom Gereja Pantekosta Pusat, Bom Mapolretabes Surabaya, Penembakan Gunung Biru tahun 2015, dan Bom Bali II. Serta 1 orang mengalami luka ringan dalam peristiwa terorisme BOM Bali II.
Hasto mengatakan sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 lahir, secara terang benderang dinyatakan bahwa seluruh korban terorisme merupakan tanggung jawab negara.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, menurut dia, merupakan regulasi yang sangat progresif dan menunjukkan keberpihakan terhadap korban terorisme. Salah satu hal istimewa dari undang-undang ini adalah munculnya terobosan hukum yang membuka kesempatan bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan kompensasi tanpa melalui jalur pengadilan.
"Kami juga mengapresiasi pihak-pihak yang menyalurkan dananya untuk membantu program LPSK. Pegadaian merupakan perusaan pertama yang membantu korban di bidang psikososial. Dan saat ini psikososial menjadi salah satu fokus kami,” katanya.
Sudah ada roadmap untuk merealisasikan itu. Hasto menjelaskan, tujuan layanan psikososial ini untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual korban sehingga mampu menjalani kehidupan sosial secara wajar. Layanan ini dapat berupa bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan memperoleh pekerjaan atau pendidikan.
“Ada juga Pertamina dan BNI juga konsen membantu para korban. Kami sangat berterimakasih dan semoga teman-teman yang lain juga ikut ambil bagian. Sebab, seperti bantuan psikosisoal sebenarnya belum ada di nomenklatur jadi anggaran belum ada secara khusus. Tapi kami optimistis bisa menjalankan sesuai roadmap dengan bantuan semua pihak,” tegasnya.
Di 2022 ini, program prioritas nasional adalah perlindungan kasus komunitas sehingga akan membentuk sahabat saksi korban dengan program berkelanjutan. LPSK juga sedang merancang aplikasi layanan psikososial dengan Bappenas. “Mudah mudahan tahun ini selesai dan tahun depan akan fokus pada layanan psikososial,” ujarnya.Hadir pula dalam kegiatan tersebut, Kepala Inspektorat Provinsi Jatim Helmy Perdana Putra, mewakili Gubernur Jatim, perwakilan Polda Jatim dan Kejati. Hadir juga perwakilan dari BNPT dan Perwakilan Kepala Pengadilan Tinggi Surabaya.(*)
Reporter: Miranti Nadya | Editor : Widya