
SIDOARJO - Perempuan berinisial R, yang menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) Sukolegok, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, ditahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Senin (31/01/2022) petani. Penahanan terhadap R dilakukan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2021.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Sidoarjo, Aditya Rakatama didampingi Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, Lingga Naurie mengatakan, penyidik sebelumnya telah memanggil R dua kali dalam statusnya sebagai tersangka. Pada panggilan pertama tersangka tidak hadir. Namun dalam panggilan kedua, tersangka hadir dengan didampingi penasehat hukumnya.
“Setelah menjalani pemeriksaan, tim penyidik berpendapat tidak ada pertimbangan untuk tidak dilakukan penahanan. Berdasarkan pasal yang disangkakan kepada tersangka bisa dilakukan penahanan. Apalagi, ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara dan pertimbangan untuk penegakan hukum,” katanya.
Selain itu, Kasi Intel yang akrab dipanggil Raka ini menjelaskan. saat ini tersangka ditahan selama 20 hari ke depan hingga tanggal 19 Februari 2022. Tersangka dinyatakan bersalah dalam menyalahgunakan jabatannya sebagai Kades Sukolegok karena menerima pungli PTSL dari pemohon sertifikat senilai total Rp 149 juta.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, penyidik berhasil mengamankan uang pungli total Rp 149 juta. Dalam pungli PTSL itu tersangka berperan dalam menandatangani surat peralihan hak dan tersangka melakukan pungutan kepada pemohon sertifikasi tanah atau warganya,” imbuhnya.
Dalam kasus ini, kata Raka, tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, tersangka juga diduga melanggar pasal 11 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Rp 50 juta paling banyak Rp 250 juta. Serta ancaman pidananya lima tahun atau lebih sesuai pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP.
“Kalau dihubungkan dengan sangkaan pasal itu, maka terhadap tersangka dapat dilakukan penahanan rutan serta untuk kelancaran proses penyidikan selanjutnya dan pengembangannya,” tegasnya.
Sementara penasehat hukum Kades Sukolegok, M Sholeh bakal berupaya mengajukan penangguhan penahanan tersangka. Proses penangguhan penahanan akan diajukan pada Rabu 2 Februari 2022 besok.
“Kami menghargai kewenangan penyidik, tersangka ditahan. Tetapi, tersangka ini sebagai pejabat aktif. Penahanan membuat birokrasi di Desa Sukolegok terganggu. Kami melihat kasus ini tidak ada kerugian negara. Semestinya klien kami cukup diperiksa, cukup diperingatkan siapapun pasti akan merasa takut dan tidak akan mengulangi lagi,” kata Sholeh.
Sedangkan dalam kasus PTSL ini, lanjut Sholeh kliennya tidak bekerja dan menanggung beban sendiri. Dia menyeret nama lain dalam hasil pemeriksaan. Hal itu diungkapkan langsung dalam berkas penyidikan.
“Dalam pemeriksaan Bu Kades mengakui kasus ini tidak dilakukan sendirian. Tetapi ada beberapa pihak yang ikut terlibat mengambil uang dari pemohon (warga). Mereka memotong uang pungli sebelum disetorkan ke Bu Kades,” urainya.
Menurut Sholeh, ada enam orang menerima aliran dana pungli PTSL itu. Keenam orang itu rata-rata masih menjabat sebagai Kepala Dusun dan perangkat Desa Sukolegok. “Namanya kasus korupsi tidak bisa tunggal, tentu ada pihak-pihak lain. Kami meminta penyidik Kejari Sidoarjo menetapkan orang-orang yang menerima aliran dana kasus PTSL menjadi tersangka layaknya klien kami,” tandasnya.
Disarikan dari berbagai sumber | Editor : Endang Pergiwati