
LANGKAT - Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Namun selain kasus dugaan suap, Terbit Rencana juga terancam terseret kasus lain, yakni kerangkeng manusia di rumah pribadi dan memelihara satwa yang dilindungi.
KPK menetapkan Terbit Rencana Perangin Angin sebagai tersangka kasus suap setelah terjaring OTT. Terbit Rencana diduga meminta fee dari paket-paket yang dibuat terkait pengerjaan proyek infrastruktur.
Paket proyek itu dibuat sejak 2020. Terbit Rencana bekerja sama dengan saudara dan sejumlah jajaran yang disebut orang kepercayaannya dalam membuat paket proyek.
"Sekitar tahun 2020 hingga saat ini, tersangka TRP selaku Bupati Langkat periode 2019 sampai dengan 2024 bersama dengan tersangka ISK yang adalah saudara kandung dari tersangka TRP diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan, Kamis (20/1).
"Dalam melakukan pengaturan ini, tersangka TRP memerintahkan SJ selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan SH selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan tersangka ISK sebagai representasi tersangka TRP terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan," lanjutnya.
Ada dua paket proyek yang dibuat, yakni paket proyek melalui lelang dengan permintaan fee sebesar 15 persen, kemudian paket proyek penunjukan langsung dengan fee 16,5 persen. Paket itu kemudian dimenangkan oleh tersangka MR sebagai pemberi suap. Dengan total nilai paket proyek sebesar Ro 4,3 miliar.
"Selanjutnya salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada 2 dinas tersebut adalah tersangka MR dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp 4,3 miliar," ujar Ghufron.
"Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh tersangka TRP melalui perusahaan milik tersangka ISK," lanjutnya.
Tersangka MR memberikan fee senilai Rp 786 juta. Terbit Rencana menggunakan orang-orang kepercayaannya dalam pengelolaan fee tersebut.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan sejumlah tersangka. Berikut ini rinciannya:
Diduga sebagai pemberi adalah MR (Muara Perangin Angin) selaku swasta
Diduga penerima:
1. TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) selaku Bupati Langkat
2. ISK (Iskandar PA) selaku kepala desa Balai Kasih
3. MSA (Marcos Surya Abdi) selaku swasta/kontraktor
4. SC (Shuhanda Citra) selaku swasta/kontraktor
5. IS (Isfi Syahfitra) selaku swasta/kontraktor
Kontroversi kedua ialah keberadaan kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana. Persoalan kerangkeng manusia ini berawal dari laporan yang diterima oleh Migrant CARE.
Temuan itu kemudian dilaporkan ke Komnas HAM. Kerangkeng manusia itu disebut sebagai tempat bagi para pekerja di kebun kelapa sawit milik Terbit.
"Berdasarkan laporan yang diterima Migrant CARE, di lahan belakang rumah bupati tersebut, ditemukan ada kerangkeng manusia yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya mengalami eksploitasi," ucap Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah, dalam keterangannya, Minggu (23/1/2022).
Polisi menyebut kerangkeng itu diklaim dibuat untuk tempat rehabilitasi narkoba. Kerangkeng manusia itu disebut sudah dioperasikan selama 10 tahun.
"Kita pada waktu kemarin teman-teman dari KPK yang kita backup, melakukan OTT. Kita melakukan penggeledahan pada saat itu datang ke rumah pribadi Bupati Langkat. Dan kita temukan betul ada tempat menyerupai kerangkeng yang berisi tiga-empat orang waktu itu," kata Kapolda Sumut Irjen Panca Putra kepada wartawan, Senin (24/1).
Terbit Rencana juga pernah menjelaskan soal kerangkeng yang diklaimnya sebagai tempat pembinaan pecandu narkoba. Klaim itu disampaikan Terbit saat diwawancara langsung yang diunggah di kanal resmi Pemkab Langkat.
Video itu diunggah pada 27 Maret 2021 sebelum dia terjerat kasus suap. Dalam video tersebut, Terbit Rencana menyebut kerangkeng yang dibuatnya adalah tempat pembinaan untuk warga pencandu narkoba.
"Itu bukan rehabilitasi, itu adalah pembinaan yang saya buat selama ini untuk membina bagi masyarakat yang penyalahgunaan narkoba. Itu namanya bukan rehabilitasi, hanya pembinaan namanya itu. Tempat pembinaan yang kita lakukan," ujar Terbit dalam video itu.
Terbit Rencana mengatakan kerangkeng manusia itu sudah dibangun sejak 10 tahun lalu. Kerangkeng itu dibuat atas inisiatif keluarga. Meski diklaim untuk tempat rehabilitasi, polisi tetap mengusut dugaan perbudakan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait kerangkeng manusia itu. Polisi mengatakan tempat rehab harus memenuhi syarat, tak bisa sembarangan.
"Ini dalam proses karena kita melihat sudah dijelaskan dengan kesadaran diri orang tua mengantar dan menyerahkan kemudian dengan pernyataan. Tetapi apa itu kita nanti lihat, kita akan dalami apa prosesnya," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (25/1).
Ramadhan belum dapat menjelaskan secara detail adanya dugaan perbudakan dan TPPO dalam kasus tersebut. Dia menyebut pekerjaan yang dilakukan para penghuni kerangkeng diberikan oleh pihak yang disebut pembina. "Tentu itu semua merupakan alasan dari pengelola, nanti kita lihat bagaimana proses penyelidikan akan kita sampaikan," ucap Ramadhan
Terbaru, Terbit Rencana juga diduga memelihara satwa dilindungi. Ada tujuh ekor satwa langka yang dipelihara di rumahnya.
"Kegiatan penyelamatan berupa evakuasi didasarkan atas informasi KPK kepada KLHK tentang adanya satwa liar dilindungi Bupati Langkat nonaktif," kata Plt Kepala BKSDA Sumut Irzal Azhar kepada wartawan, Rabu (26/1).
Hewan yang diamankan ialah 1 ekor orang utan Sumatera, 1 ekor monyet hitam Sulawesi, 1 elang Brontok, 2 ekor individu jalak Bali, dan 2 ekor burung Beo. Irzal mengatakan satwa yang diamankan ini dibawa ke dua lokasi.
"Orang utan dibawa ke Batu Mbelin, sedangkan satwa lainnya dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa Sibolagit," ujar Irzal.
Irzal mengatakan Terbit yang menyimpan hewan langka ini melanggar Pasal 21 ayat 2a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Dalam pasal 40 di undang-undang itu dijelaskan bagi pihak yang melanggar dikenakan sanksi paling lama 5 tahun penjara.
"Selanjutnya untuk proses hukumnya diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera," jelas Irzal.
Editor : Endang Pergiwati