
MALANG (Lenteratoday) - Berdasarkan catatan tahunan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Wilayah Jawa Timur, kerusakan alam terjadi di Kota Batu selama 10 tahun terakhir. Untuk Pemkot Batu didorong untuk memberikan perhatian.
Wahyu Eka, Direktur Walhi Jatim menjelaskan, perluasan lahan produksi yang diambil tanpa memikirkan keberlanjutan alam, hanya akan memperparah kondisi ekologi di Jawa Timur. “Perluasan hanya diambil tanpa memikirkan keberlanjutannya, dari utara sampai selatan full eksploitasi,” jelasnya pada press conference pada Jumat (14/1/2022).
Perluasan yang diambil tak terlepas dari peran kepentingan kapital. Seperti Kota Batu misalnya, selama 10 tahun terakhir, Kota Batu telah mengalami kerusakan hutan dan sumber mata air.
“Selama 10 tahun terakhir, Kota Batu telah dipadati oleh serbuan investasi di bidang pariwisata buatan yang mengancam kawasan hulu DAS Brantas. Pembangunan ini berakibat pada kerusakan kawasan hutan dan sumber mata air serta memperparah perubahan iklim di Kota Batu,” ujar Wahyu Eka.
Purnawan D. Negara, dosen Fakultas Hukum, Universitas Widyagama menjelaskan perjalanan panjang ini masih perlu banyak perhatian, sebab, dalam praktiknya ada banyak peraturan yang sama sekali tak berpihak pada masyarakat. Banyak kebijakan pemerintah yang justru berpihak pada Investor.
“Kita ini-kan negara republik investasi. Pada pemerintahan Jokowi, undang-undang uang berlaku seakan memberikan karpet merah pada investor. Dalam konteks hukum ada yang menarik karena pemerintah menggunakan birokratis law, dalam artian, pendekatannya hanya menguntungkan penguasa,” jelasnya menerangkan. “Terkait aturan hukum yang berperspektif birokrasi. aturan hukum yang dibuat selama ini untuk menjarah ekologi,” lanjutnya.
Pengrusakan lingkungan ini menimbulkan perubahan iklim di Kota Batu pada 10 tahun terakhir. Hal ini dibuktikan dengan gejala perubahan iklim secara ekstrim sejak tahun 2000, misalnya: peningkatan suhu udara, pergantian musim yang tidak bisa diprediksi, dan terjadinya anomali curah hujan.
Anomali serupa di Kota Batu juga ditunjukkan BMKG. Mereka mencatat bahwa jumlah curah hujan di tahun 2018 pada November bertengger pada angka 211.70 mm kubik, dan pada Desember dengan angka 149.90 mm kubik. Sementara di tahun 2019 pada bulan November tercatat dengan angka 51,7 mm kubik dan pada Desember 232,5 kubik.
Dengan begitu, Walhi Jatim ingin mendorong pemerintah Daerah untuk segera memperbaiki diri, menimbang kembali undang-undang yang bisa merugikan masyarakat, juga alam. “Saya berharap Walhi bisa mempelopori gugatan atas hak hidup bagi generasi berikutnya,” tutupnya. (*)
Reporter : Reka Kajaksana
Editor : Lutfiyu Handi