08 April 2025

Get In Touch

Dugaan Kriminalisasi Advokat di Blitar, Lapor Malah Dihukum 6 Bulan

Kuasa hukum JTM, Hendi Priono menunjukkan salinan putusan kasasi dan pertimbangan hakim MA
Kuasa hukum JTM, Hendi Priono menunjukkan salinan putusan kasasi dan pertimbangan hakim MA

BLITAR (Lenteratoday) - Seorang advokat atau pengacara di Blitar yang melaporkan dugaan dokter dengan Surat Ijin Praktik (SIP) habis masa berlakunya atau kadaluarsa, diduga dikriminalisasi tuduhan kesalahan melakukan fitnah. Karena justru dijatuhi vonis hukuman 6 bulan, sesuai putusan hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) No.831K/Pid/2021.

Hal ini disampaikan Joko Trisno Mudiyanto (JTM) advokat dari Blitar, yang kini menjadi terpidana hukuman kurungan 6 bulan di Lapas Blitar. Melalui juru bicara tim kuasa hukumnya, Hendi Priono kalau dalam perkara laporan dugaan praktik dokter HR dengan SIP kadaluarsa ini, ada beberapa kejanggalan. "Ada beberapa hal, menurut kami sebagai kuasa hukum JTM yang diduga kriminalisasi dan adanya kekhilafan hakim kasasi," ujar Hendi, Minggu (12/12/2021).

Lebih lanjut Hendi menjelaskan dugaan kriminalisasi tersebut, diantaranya posisi JTM sebagai pelapor dugaan SIP dokter kadaluarsa pada 19 Agustus 2014 ke Polres Blitar Kota Laporan No. TBL/165/VIII/2014/SPKT. Padahal sesuai UU No.31 Tahun 2014 perubahan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, mendapat hak imunitas pada saksi, korban dan pelapor sepanjang pelaporan dilakukan dengan itikad baik.

"Dalam pasal 10 ayat 1 disebutkan Saksi, Korban, Saksi Pelaku dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan atau laporan yang akan, sedang atau telah diberikan, kecuali kesaksian atau laporannya tersebut diberikan dengan itikad tidak baik. Itikad tidak baik antara lain memberikan keterangan palsu, sumpah palsu dan permufakatan jahat," jelasnya.

Selama proses proses hukum dan persidangan, diungkapkan Hendi kalau JTM selalu hadir dan sudah memberikan bukti sesuai dengan apa yang ditemukan atau diketahui. Dimana sesuai papan praktik dokter HR di RSK Budi Rahayu, Kota Blitar tertulis SIP berakhir masa berlakunya sejak 16 April 2014. "Atas kondisi ini JTM melaporkan ke Polres Blitar Kota, namun dalam proses hukumnya justru tidak fokus di RSK Budi Rahayu tapi SIP di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar," ungkapnya.

Dengan dalih terbitnya SIP Sementara dari Dinkes Kota Blitar No.503/09.1/410.109/SIP.DS/IX/2014 pada 12 September 2014, itu pun bukan untuk praktik di RSK Budi Rahayu. "Artinya ada fakta selama periode April-Agustus 2014 dokter HR praktik dengan SIP kadaluarsa, padahal sesuai Permenkes tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran dan UU RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, mengharuskan setiap dokter melakukan perpanjangan
SIP selambat-lambatnya 3(tiga) bulan sebelum SIP habis masa berlakunya. Sesuai bukti dan fakta tersebut, adanya dugaan praktik dokter HR di RSK Budi Rahayu, Kota Blitar benar dan bukan fitnah," terang Hendi.

Namun seiring berjalannya proses hukum, setelah dilaporkan 19 Agustus 2014 terjadi praperadilan atas penghentian penyidikan terhadap laporan tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Blitar dan dikabulkan untuk melanjutkannya. Kemudian dokter HR balik melakukan prapreadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka, namun ditolak. Sehingga proses persidangan berjalan, hingga 6 Februari 2017 dokter HR divonis tidak bersalah. Dengan pertimbangan hakim, SIP habis masa berlakunya atau kadaluarsa tapi bukan kesengajaan. Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan kasasi ke MA, namun ditolak.

"Jadi jelas dalam proses hukum hingga persidangan, apa yang dilaporkan JTM bukan fitnah atau tidak benar. Karena adanya dugaan praktik dokter dengan SIP kadaluarsa, menjadi fakta hukum di persidangan hingga kasasi dengan dinyatakan tidak terbukti," tandas Hendi.

Sampai akhirnya terjadi laporan balik dari dokter HR kepada pelapor (JTM) pada Pebruari 2021 dengan dugaan dengan pengaduan fitnah atau laporan palsu, pada penguasa tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang sesuai pasal 317 (1) KUHP. Hasilnya oleh PN Blitar pada 31 Maret 2021, JTM dinyatakan tidak bersalah dan bebas. Pada 5 April 2021 JPU Kejari Blitar mengajukan kasasi ke MA, yang putusannya mengabulkan kasasi dan membatalkan putusan PN Blitar yang membebaskan JTM.

Disinilah setelah melihat dasar pertimbangan putusan hakim kasasi MA pada 15 September 2021 terjadi kekhilafan, Hendi mengaku tidak bisa diterima akal sehat. Karena jelas laporan JTM pada 19 Agustus 2014 jika SIP kadaluarsa 16 April 2014, dinyatakan tidak benar karena adanya SIP Sementara dari Dinkes Kota Blitar tertanggal 12 September 2014 itupun tempat praktik di RSUD Mardi Waluyo bukan RSK Budi Rahayu seperti yang dilaporkan. "Logika gampangnya, ditilang hari Jumat kemudian Senin depannya punya SIM, apakah ini pertimbangan hukum sekelas hakim kasasi MA," keluh Hendi sambil geleng-geleng.

Ditegaskan Hendi hakim kasasi MA seharusnya hanya sebatas memeriksa apakah aturan hukum dan proses peradilan sesuai dengan aturan yang ada, serta pengadilan apakah melampaui kewenangan yang ada.

"Yaitu memeriksa dan mengkonstatir fakta persidangan
PN Blitar yang telah menyatakan, bahwa yang dilaporkan benar adanya. Majelis hakim tingkat kasasi seharusnya hanya menganalisa penerapan hukumnya, bukan mengubah atau membuat fakta hukum baru atau mempelintir fakta hukum," tegasnya.

Tidak cukup sampai disitu, setelah putusan kasasi turun Hendi sudah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 1 Desember 2021. Disusul permohonan penangguhan eksekusi pada MA pada 6 Desember 2021, dengan alasan JTM sedang menangani kasus publik gugatan Class Action warga terhadap PT Greenfields. "Jadi setelah ada putusan PK, klien kami (JTM) siap melaksanakan putusan. Namun kenyataannya pada 9 Desember 2021 kemarin ditahan," pungkasnya. (*)

Reporter : Arief Sukaputra

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.