20 April 2025

Get In Touch

Ini Sikap Kampus di Lamongan Terkait Polemik Permendikbud-Ristek Tentang Kekerasan Seksual

Diskusi terbuka yang khusus membahas Permendikbud No. 20 Tahun 2021 oleh Rektor dan Predisen BEM Unisla.
Diskusi terbuka yang khusus membahas Permendikbud No. 20 Tahun 2021 oleh Rektor dan Predisen BEM Unisla.

LAMONGAN (Lenteratoday) - Ambisi Kemendikbud-Ristek RI untuk menciptakan sistem pendidikan tinggi yang bermartabat didukung penuh oleh Perguruan Tinggi Suasta (PTS) terkemuka di Kabupaten Lamongan.

Universitas Islam Lamongan (Unisla) menyatakan sikapnya dengan diskusi terbuka yang diikuti oleh BEM kampus para mahasiswa serta civitas akademik. Pada Sabtu (21/11/2021) kemarin.

Seperti yang sedang hangat diperbincangkan sebelumnya, Kemendikbud-Ristek RI yang dikomandoi Nadiem Makarim membuat heboh dengan keputusannya mengetok Permen No.30 Tahun 2021 yang dalam salah satu isinya membahas mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Namun sayangnya, banyak diantara PTN maupun PTS memperdebatkan isi dari Permen tersebut. Pro kontra atas pasal 5 ayat 2 terutama banyak ditentang.

“Dari peraturan tersebut masih ada kelemahan-kelemahan yang perlu untuk diperbaiki. Kita berharap pada frasa 'tanpa persetujuan' yang tertuang dalam pasal 5 ayat 2, ini bisa dihilangkan,” ujar Rektor Unisla, Bambang Eko Muljono. Minggu (21/11/2021).

Menurutnya, frasa tersebut sangat kontradiktif mengingat perguruan tinggi islam harus menerapkan hukum syari'ah yang tepat seperti melarang perbuatan zina tanpa pandang bulu.

“Kami harap ini diperbaiki namun tidak mengurangi esensi dari Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tersebut,” tuturnya.

Bambang meminta, agar kejahatan asusila dan sejenisnya dikembalikan ke marwah keadilan yakni kepolisian. Bukanya tak setuju, imbuh Bambang, namun agar tupoksinya jelas dan tidak tumpang tindih.

“Kita lihat pasal 10, Padahal kalau itu betul-betul terjadi, kejahatan asusila pada KUHP pidana jelas menyebutkan kejahatan. Maka kalau hanya di sanksi administratif ini luar biasa,” ucapnya.

Selain pasal 5 dan 10, pasal 19 yang menerangkan mengenai sanksi perguruan tinggi dikeluhkan karena dinilai relatif sulit dan tidak fleksibel karena bernada ancaman.

"Ini bahaya sekali, karena bisa menimbulkan perdebatan antara Kementerian dan Universitas kalau sampai seluruh fasilitas dan akreditasi jadi ancamanya. Kewenangan menduduki jabatan Satgas, apakah bisa terlaksana. Jangan-jangan ini jadi macan ompong,” sambungnya.

Sementara itu, Presiden BEM Unisla Febri Hermansyah mengungkapkan, alasan diselenggarakannya kajian serasi diskusi terbuka mengenai peraturan tersebut. Karena, menurutnya, terdapat beberapa poin dan pasal yang menjadikan lemahnya peraturan tersebut.

“Terdapat poin-poin yang mana perlu adanya revisi. Agar nantinya tidak menjadi tumpul pada soal pelaksanaan. Intinya BEM Unisla mendukung Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai salah satu langkah regulasi awal terkait kekerasan seksual,” kata Febri selaku BEM kampus terkemuka di Lamongan itu sesaat setelah melangsungkan diskusi terbuka.(*).

Reporter : Adyad Ammy I

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.